Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CORRUPTION PHENOMENON

CORRUPTION PHENOMENON
  
            Kata korupsi kian akrab ditelinga bangsa kita, di berbagai media elektronik tiap harinya tidak luput dengan sajian berita “kejahatan korupsi”. Bahkan menurut Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, kasus dugaan korupsi anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kotsa terjadi hampir disemua provinsi, melibatkan 300 anggota legislative dengan kerugian Negara ratusa miliar, belum termasuk yang ditangani kepolisian. Korupsi adsministrasi maupun korupsi politik yang kian marak di tanah air mengakibatkan dampak yang amat buruk. akibat praktik korupsi yang berkepanjangan itu, terjadi kerusakan diberbagai sektor dalam tubuh tanah air yang begitu besar pengaruhnya. Kerusakan dalam sektor perekonomian, politik, social dan budaya, bahkan yang terparah adalah kerusakan moral.

Kerusakan ekonomi
            Korupsi dapat menggerogoti pembangunan dengan mengabaikan aturan hukum dan melemahkan landasan kelembagaan tempat pertumbuhan ekonomi bertumpu. Bukan hanya itu, perekonomian masyarakat kita yang sebagian besar bergantung pada kedermawanan instansi pemerintah kian terpuruk, masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah yang merupakan tanggungan pemerintah terabaikan. Selain itu, korupsi yang terjadi di Negara kita mengakibatkan para investor asing, pendonor modal yang memberikan bantuan pembangunan semakin goyah keprcayaannya, sehingga sumber devisa Negara korup lama-kelamaan semakin berkurang dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar.

Dari aspek Sosial, Politik dan Budaya
            Lebih jauh lagi, korupsi merusak permainan politik yang kian kotor, birokrasi pemerintahpun ikut-itkutan tercoreng namanya akibat keserakahan para pejabat yang telah melebihi batas-batas norma nilai kemasyarakatan, kepercayaan rakyat kepada pemerintah semakin hilang, bahkan Negara-negara luar semakin sinis dengan bangsa kita, mereka menganggap bangsa kita adalah bangsa yang tidak mampu merubah diri. Korupsi juga telah memberikan kefahaman baru dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, memunculakan masyarakat yang pamrih setiap membantu orang lain, norma dan nilai dalam masyarakat semakin tercemar  akibat akar-akar kejahatan korupsi.

Kerusakan Moral
            Lebih mengerikan lagi, korupsi telah merusak sendi-sendi moral bangsa ini, menyimpang jauh melewati batas-batas norma dan nilai kemasyarakatan serta nalar manusia sebagai bangsa yang beradab, menurut Mantan Menteri Keuangan pada Kabinet Pembangunan VI, “Korupsi membuat nilai-nilai kemasyarakatan terpuruk karena orang tidak dapat lagi membedakan mana yang benar dan tidak benar, mana yang adil dan tidak adil.” Bahkan korupsi yang belakangan ini terjadi pada mantan pejabat-pejabat tingkat atas seperti kasus BLBI, suap jaksa urip, sampai badan hukum milik Indonesia, semakin menguatkan asumsi tersebut bahwa Indonesia semakin amburadul moralnya, dimana bangsa ini dengan lima sila agungnya???, bangsa yang selalu menyelaraskan kehendak berketuhanan sekaligus kemanusiaan, serta mengedepankan nilai persatuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, semuanya tercoreng akibat wabah “KORUPSI”.
            TTI (Tranparenci International Indonesia), KPK (Komisi Penberantasan Korupsi), serta lembaga anti korupsi lainnya telah berupaya memberantas wabah korupsi yang kiat lekat dan mewabah, namun seakan tiada habisnya kejahatan itu, bahkan pelajar-pelajar Indonesia mulai terkontaminasi virus-virus korupsi yang kejam, mulai dari penyelewengan uang spp, penyalah gunaan anggaran organisasi, ketidak jujuran saat membeli jajanan di kantin, dll. Sejak zaman orde barupun telah terdeteksi virus-virus korpsi yang menyerang sendi-sendi Negara dan berbuntut panjang hingga saat ini. apakah korupsi telah menjangkit begitu dalamnya ???. Apakah korupsi telah menjadi budaya bangsa Indonesia???. Masyarakat luas, banyak yang menilai korupsi sebagai sebuah budaya yang kita tidak usah “gumun” karenanya, apalagi para pejabat. Namun menurut Frenky Simanjuntak, Manajer kebijakan dan penelitian TTI, “penggunaan kata budaya untuk korupsi di Indonesia sendiri tidak tepat, karena akan melemahkan usaha pemberantasan korupsi akibat pemahaman kata budaya yang salah”. Perbendaharaan kata “budaya korupsi” sepatutnya kita hapuskan dan kita ganti, bahwa korupsi itu adalah penyakit berbahaya yang harus kita berantas di bumi pertiwi ini.
            Sampai saat ini kebanyakan masyarakat masih terpaku melihat fenomena pengungkapan kasus korupsi, padahal korupsi telah begitu parah menghancurkan sendi-sendi dalam kehidupan bangsa ini, sebatas pasrah dan memaki keadaan bangsa ini serta meratapi nasib yang malang melintang, hanya itu saja yang bisa dilakukan bangsa ini saat ini, begitu miris. Sekurang-kurangnya ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk memperbaiki kondisi saat ini.
Pertama, solusi eksternal. Yang meliputi pembaruan sistem pendidikan di sekolah, mulai tingkat dasar hingga tingkat lanjutan atas,. Sistem pendidikan yang mengacu pada pembentukan moral anak sebagai manusia yang merdeka, berakhlak dan beradab. Serta pembaruan undang-undang kasus korupsi! bukan undang-undang yang remeh temeh sehingga pejabat korup masih bisa tertawa menikmati kebodohan bangsa ini yang mudah ia tipu, UU yang tegas serta berbekas dan setimpal dengan kejahatan korupsi yang ia perbuat, lembaga KPK yang mulai ditakuti para politikus busuk takkan berdaya tanpa UU yang berbobot. Bagaikan senjata, semakin UU yang dimiliki KPK berbobot semakin kuat pula senjata yang dimiliki KPK.
Kedua, solusi internal. Yaitu pendidikan pada lingkungan keluarga yang tidak bisa dipalingkan perannya. Peran agama dan keyakinan lebih mengena ketika disampaikan dalam wujud pengertian-pengertian orang tua kepada anak. Tetapi hal inipun menjadi kendala ketika orang tua memperhatikan anak atau tidak dapat memberikan keteladanan yang sebagaimana mestinya, yang paling penting untuk memulai memberantas korupsi di Indonesia adalah partisipasi anda dan kita semua, percaya atau tidak percaya Negara ini akan melepaskan diri dari jajahan korupsi, dan yang memiliki andil besar adalah masyarakat biasa seperti kita. Kita jangan hanya “Corruption Watch”, kayak NATO tetapi NAWO (No action Watch Only). Ayo berpartisipasi, mulai dari diri kita sendiri!
                                                                       

Penulis:
Azhar Nasih Ulwan
            

Posting Komentar untuk "CORRUPTION PHENOMENON"