Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MERAJUT MASA DEPAN BANK SYARI’AH DI TANAH AIR PADA ERA GLOBALISASI EKONOMI




MERAJUT MASA DEPAN BANK SYARI’AH DI TANAH AIR

PADA ERA GLOBALISASI EKONOMI 



Dunia kini memasuki babak baru peradaban. Dimana segalanya semakin terasa cepat dan mudah. Mulai dari informasi, jasa, hingga barang yang bersifat materialpun dapat dinikmati dengan mudah walaupun terhalang oleh jarak dan waktu. Barang yang kemarin diproduksi di negara China, hari ini bisa kita nikmati dengan bantuan pesawat terbang yang mengantarkan barang tersebut ke negara kita. Proses keluar masuknya barang atau jasa dalam suatu negara menjadi sebuah rutinitas ekspor impor yang sangat urgen. Negara mampu mewujudkan masyarakatnya mencapai kesejahteraan dengan mengimpor kebutuhan-kebutuhan yang tidak mampu di produksi oleh negara tersebut.

Mencapai kesejahteraan hidup dengan memenuhi kebutuhan melalui asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian tak terlepas dari definisi ekonomi. Fenomena pemenuhan kebutuhan yang terjadi antar negara saat ini dengan kata lain mengindikasikan bahwa ekonomi dunia kian berkembang dan ruang lingkupnya kian meluas. Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih telah menjadikan jarak dan waktu bukan lagi menjadi tebing penghalang untuk menjalin hubungan ekonomi antar negara di dunia. Hal inilah yang menjadi indikasi bahwa dewasa ini kita mulai menapaki sebuah era baru yang bernama globalisasi ekonomi.



Globalisasi Ekonomi dan Penyebabnya

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) menyebutkan bahwa globalisasi ialah proses masuknya keruang lingkup dunia. Sumber yang sama juga menyebutkan bahwa ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan). Berdasarkan beberapa definisi tesebut, kita dapat menarik benang merah pemahaman bahwa globalisasi ekonomi dapat diartikan proses masuknya asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan keruang lingkup dunia.

Mungkin akan timbul pertanyaan dalam benak kita, bagaimana globalisasi ekonomi ini bisa terjadi? Ternyata hal itu berkaitan erat dengan semakin berkembangnya kebutuhan manusia. Seiring dengan meningkatnya derajat manusia sebagai insan yang berakal, kebutuhan yang pada awalnya masih berkutat pada ketersediaan bahan makanan, pemenuhan sandang dan tempat tinggal kini telah mengalami peningkatan. Kebutuhan yang dahulunya terbilang kebutuhan sekunder ataupun tersier kini dapat berubah tingkatnya menjadi sebuah kebutuhan primer yang sangat penting. Misalnya, seorang direktur sebuah perusahaan membutuhkan alat komunikasi dan kendaraan dalam rangka meningkatkan taraf kinerjanya di kantor.

Berkembangnya kebutuhan manusia, menjadikan pemenuhan kebutuhan tidak bisa hanya dilakukan oleh usaha seorang saja untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Apakah mungkin seorang dalam hidupnya akan melengkapi kebutuhannya dari ia lahir hingga meninggal dunia? Pastilah seorang itu membutuhkan bantuan orang lain, mulai dari ia lahir, kebutuhan sandang, pangan, papan dan lain sebagainya. Selain itu, barang atau jasa yang dibutuhkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tak selamanya terdapat di daerah regional yang kita tinggali. Sebagai keperluan itu, kitapun membutuhkan orang lain yang berada di daerah regional lain dan lebih memiliki sumber daya pemenuhan kebutuhan yang lebih memadai untuk bekerjasama saling melengkapi kebutuhan hidup. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

Sebenarnya, sejak manusia berupaya mengatasi kendala pemenuhan kebutuhan hidup, prinsip ekonomi mulai dikenal di dunia. Tanpa disadari, semua itu ternyata berawal dari sesuatu yang sederhana. Misalnya saja, ketika zaman dahulu belum dikenal mata uang dan prinsip-prinsip ekonomi yang komplek, orang mulai menukar barang hasil kebunnya atau hasil yang didapat dari usaha lain untuk ditukar kepada tetangga atau kerabat satu suku dengan barang yang dibutuhkan orang itu, peristiwa ini disebut barter. Dari situ telah muncul prinsip produksi, distribusi dan konsumsi yang merupakan prinsip dasar ekonomi.

Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, berbagai sistem ekonomi baru mulai banyak bermunculan. Kehadiran teknologi telah menjadikan prinsip ekonomi begitu mudah mencakup lingkup dunia tanpa mengenal batas-batas geografis suatu negara. Salah satu sistem yang kini populer akibat progesifitas zaman itu yakni perdagangan bebas. Perdagangan bebas membuka peluang begitu besar bagi pergerakan perekonomian dunia tanpa sekat-sekat yang menyulitkan dan begitu bebasnya. Tentu saja, inilah yang dinamakan gayung bersambut. Sebab, pemenuhan kebutuhan hidup kita telah dipenuhi melalui sarana yang dapat memperlancar arus pergerakannya sehingga globalisasi ekonomi menjadi realitas yang tidak dapat dielakkan lagi.

   

Kemunculan dan Kebangkitan Bank Syari’ah

            Bank syari’ah, namanya kian melejit belakangan ini pada era globalisasi ekonomi. Ini tak lain karena fenomena ekonomi dunia yang begitu keras tidak mampu mengusik kestabilan ekonomi syari’ah yang ditopang oleh benteng bank-bank syari’ah. Tak ayal jika sebagian masyarakat mulai berubah pikiran menjadikan bank syari’ah sebagai sebuah alternatif perkonomian yang lebih baik bahkan menjadi sebuah solusi.

Krisis perbankan yang terjadi sejak tahun 1997 telah membuktikan bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip syari’ah dapat bertahan di tengah gejolak nilai tukar dan tingkat suku bunga yang tinggi. Keadaan ini didukung oleh karakteristik kegiatan usaha bank Syari’ah yang melarang bunga bank konvensional dan nisbah bagi hasil sebagai penggantinya, serta melarang transaksi keuangan yang bersifat spekulatif (al-garar) dan tanpa didasarkan pada kegiatan usaha yang riil.

Perkembangan sistem ekonomi Syari’ah dalam satu dekade terakhir ini di Indonesia terlihat semakin pesat. Hal ini merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik. Apalagi kondisi ini terjadi di saat bangsa Indonesia ditimpa oleh krisis multidimensi, yang diawali oleh krisis moneter pada tahun 1997, yang hingga saat ini masih berkepanjangan. Hal itu ditandai dengan berdirinya lembaga-lembaga keuangan syari’ah seperti Bank Syari’ah.

Fenomena Bank Syari’ah di Indonesia dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat yang operasinya diresmikan pada 1 Mei 1992. Bank Muamalat bukan sekedar merupakan Bank Syari’ah pertama di Indonesia, namun merupakan institusi ekonomi pertama yang menerapkan sistem Syari’ah di Indonesia. Wajar apabila BMI menjadi simbol monumental kebangkitan sistem ekonomi Syari’ah di Indonesia. Kemudian Bank Syari’ah Mandiri (BSM) yang merupakan hasil konversi sistem operasi perbankan dari konvensional ke sistem Syari’ah yang pada 19 November 1999 resmi mengikuti Bank Muamalat dalam menerapkan sistem Syari’ah. Adapun IFI Syari’ah adalah perbankan Syari’ah dengan mekanisme Dual Banking System. Artinya, suatu badan usaha perbankan, memiliki dua sistem operasi sekaligus yaitu sistem konvensional dan Syari’ah. Namun dalam pengelolaan dana, diantara keduanya harus tetap dipisahkan. Bank IFI resmi membuka satu kantor cabangnya dengan menerapkan sistem Syari’ah. Kemudian bank-Bank Syari’ah lainnya bermunculan seperti BNI Syari’ah, BRI Syari’ah dan lainnya.

Perkembangan perbankan Syari’ah di Indonesia terjadi setelah diberlakukan UU Perbankan No. 10 tahun 1998 yang mengubah UU Perbankan No. 7 tahun 1992 dan diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK Direksi BI/PeraturanBank Indonesia, telah memberi landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas lagi bagi pengembangan perbankan Syari’ah di Indonesia (Bank Indonesia, Oktober 2001).

Menapaki gejolak globalisasi ekonomi, bank syari’ah kian diuji eksistensinya. Sebagai sebuah sistem yang baru bangkit dan terbilang baru di telinga masyrakat, bank syari’ah harus mampu menunjukkan jati dirinya dalam pergerakan ekonomi yang kian progesif. Halangan, rintangan, tantangan serta ancaman akan silih berganti menjadi badai pengusik. Pencapaiannya dibutuhkan strategi yang tepat dalam merajut masa depan bank syari’ah yang mencerahkan.


Mengemas Rintangan Menjadi Tantangan

            Tidak dapat dipungkiri, arus ekonomi yang semakin deras telah membuat kebutuhan manusia mudah terpenuhi. misalnya, untuk memiliki sebuah handphone, kita tidak harus repot membuat perangkat komunikasi itu sendiri. Namun kita cukup membelinya dari barang impor produk jepang atau china. Bila dilihat dari segi biaya dan waktu, akan lebih hemat jika kita membelinya. Namun, ternyata tidak selamanya globalisasi ekonomi selalu membawa pengaruh positif. Sebab, dibalik segala kehebatannya, globalisasi juga membawa pengaruh negatif. Bukan hanya itu saja, bank syari’ah yang terbilang baru ditengah masyarakat pada era globalisasi ekonomi ini akan memiliki kendala tersendiri. Hal ini bisa menjadi rintangan tersendiri bagi masa depan bank syari’ah. Mengapa demikian?

            Pertama, arus globalisasi kini telah berkembang dengan sangat pesat dan bebas. Padahal, ketika sistem ekonomi tercampur baur tanpa ada landasan hukum yang memadai seperti di negara Indonesia, memungkinkan praktek-praktek perbankan syari’ah yang kabur, bahkan praktek-praktek konvensional yang berkedok syari’ah. Bila hal ini berlanjut, maka esensi sistem ekonomi syari’ah bisa terancam.

Tantangan ini bersifat mendesak, karena akan menghambat upaya pengembangan bank syari’ah. RUU perbankan syari’ah yang tengah digodok perlu diperjuangkan untuk segera diundangkan. Aturan tentang pasar modal syari’ah, surat utang negara syari’ah, obligasi syari’ah serta aturan lain sangat penting. Intinya, semua aturan yang akan memberikan ruang gerak lebih luas bagi pelaku bisnis syari’ah. Belum adanya landasan hukum disebabkan umur bank syari’ah yang belum lama menjalar, sehingga informasi serta pemahaman masyarakat dan pemerintah mengenai prinsip ekonomi syari’ah masih minim.

Menurut anggota DPR RI dari Fraksi PKS Periode 2004-2009, Dr. Nursanita Nasution, ME, yaitu kurangnya pemahaman anggota DPR seputar ekonomi syari’ah, sehingga membuat proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Perbankan Syari’ah berjalan lamban. Pembahasan sering kali terjebak pada istilah-istilah perbankan syari’ah dan melupakan substansi persoalan yang sifatnya lebih mendasar. ”RUU Perbankan Syari’ah sudah mulai dibahas sejak tahun 2005 dan sampai sekarang belum selesai. Sebenarnya tidak ada pertentangan ideologi dalam menyelesaikan peraturan tersebut. Kelambanan lebih disebabkan ketidakpahaman anggota DPR tentang konsep ekonomi Islam. Akibatnya, pembahasan selalu diwarnai perdebatan yang tidak esensial”(kompasiana.com).

            Kedua, dikarenakan pemahaman masyarakat yang masih minim terhadap esensi perbankan syari’ah menyebabkan sering timbulnya sinisme dari masyarakat. Tidak terelakkan, masih ada masyarakat yang memandang dengan senyum sinis. Terjadi mis-persepsi, seolah bank syari’ah itu eklusif (untuk umat Islam), sistem bagi hasil kurang menguntungkan dan susah prosesnya serta lain sebagainya.

            Kendala ini akan semakin besar jika tidak dimbangi promosi dan sosialisaasi yang baik. Di lapangan, cukup banyak masyarakat yang belum memahami secara utuh sosok bank syari’ah. Masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan yakni, sudah tahu tapi belum paham, sudah paham tapi belum percaya, sudah percaya tapi belum sepenuhnya berpartisipasi. Proses sosialisasi perlu dilakukan secara continue untuk menarik simpati masyarakat terhadap bank syari’ah.

            Ketiga, Pemerintah mendukung keberadaan perbankan syari’ah, tetapi dalam tataran kebijakan (political will) dan keseriusan (good will) belum optimal. Para menteri, gubernur, bupati belum memberi tempat yang layak,sedangkan di BI (bank Indonesia) belum ada Deputi Gubernur khusus syari’ah.

Keempat, sistem perbankan syari’ah di tanah air yang berusia muda masih memiliki sumber daya manusia yang minim. Jika ada, masih sedikit yang berqualified. kendala di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan Syari’ah antara lain disebabkan oleh sistem perbankan Syari’ah masih belum lama dikembangkan di Indonesia. Lembaga akademi dan pelatihan di bidang ini masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan pengalaman di bidang perbankan Syari’ah baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral masih terasa kurang. Faktor ini yang menyebabkan nasabah perbankan Syari’ah seringkali pindah ke bank lain karena menganggap pelayanan dari pihak perbankan Syari’ah kurang profesional, maka pengembangan SDM bidang perbankan Syari’ah menjadi penting. karena keberhasilan pengembangan bank Syari’ah level Mikro ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan serta ketrampilan pengelola bank.

Bahkan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Siti Chalimah Fadrijah sempat menyebutkan, salah satu kunci tumbuh berkembangnya perbankan syari’ah adalah SDM. BI hingga kini terus berupaya mendorong peningkatan SDM agar industri perbankan syari’ah dapat berkembang lebih pesat.

Harus diakui secara jujur, bahwa sumber daya insani perbankan syari’ah yang profesional, amanah, dan berkualitas belum sepenuhnya tersedia. Insan perbankan yang berkualifikasi syari’ah handal masih jarang. Nampaknya, sebagian besar SDM terutama level menengah ke atas masih hasil didikan ekonomi konvensional. Padahal, yang dibutuhkan bukan hanya menguasai ekonomi/perbankan modern, tetapi sekaligus paham fiqih (syari’ah) serta mampu berinovasi dalam menyelesaikan ‘pernak-penik’ persoalan bank syari’ah yang sistemnya masih baru. Training, workshop, seminar, serta berbagai pembinaan lain untuk meningkatkan kompetensi SDM harus mendapat perhatian serius.

            Pernahkah kita sadari bersama, gneerasi muda memiliki peranan penting dalam memegang eksistensi masa depan bank syari’ah. Hidup mati bank syari’ah masa mendatang tergantung kualitas dan kuantitas pemuda di tanah air yang siap berkutat dalam ranah syari’ah saat ini. Maka, peneglolaan sumber daya pemuda perlu mendapatkan perhatian serius. Tanpa disadari saat ini generasi muda mulai terbawa arus globalisasi, akan sangat disayangkan apabila pemuda yang disiapkan di masa mendatang menjadi penggerak ekonomi syari’ah telah tercampur pemikirannya dengan hedonisme, liberal, konvensionalis, dan lain sebagainya. Karena pada prinsipnya generasi muda merupakan insan yang sangat diharapkan untuk membangun perekonomian syari’ah di tanah air masa mendatang.

Kelima, kuantitas dan kualitas kelembagaan masih rendah. Sampai saat ini, kelembagaan perbankan syari’ah belum sepenuhnya mapan. Beberapa hal masih perlu dibenahi, terutama dalam manajemen, tugas dan wewenang, peraturan, dan struktur keorganisasian. Hubungan antara bank konvensional dengan unit syari’ahnya (subsystem) perlu diperjelas, agar sinergis.            

            Pengembangan jaringan kantor bank Syari’ah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya jumlah bank Syari’ah yang ada juga dapat menghambat perkembangan kerjasama diantara bank Syari’ah. Dalam upaya pengembangan dan perluasan jaringan kantor bank Syari’ah, ada beberapa faktor penting yang diperlukan sebagai dasar pengembangan jaringan. Faktor-faktor tersebut meliputi skala pasar, SDM, sistem dan teknologi, ketimpangan dalam distribusi dana, serta kegiatan ekonomi.

Era globalisasi ekonomi memang telah membawa banyak perubahan bagi kehidupan ini. Setiap manfaat yang dapat dipetik harus kita syukuri. Sebaliknya, berbagai ancaman yang datang menghadang tidak perlu kita ratapi, tetapi justru dihadapi dengan sepenuh hati. Sadarkah kita bila ancaman itu sebenarnya merupakan suatu tantangan besar? Sanggupkah kita mengentas segala ancaman menjadi batu loncatan untuk merajut masa depan yang lebih baik? Asalkan mau berusaha, tentu kita dapat mengatasinya bersama-sama. Sebagai agen pembawa perubahan negeri, mari kita berjuang dnegan penuh semangat untuk menangkal segala pengaruh negatif serta rintangan pada era globalisasi ekonomi bagi bank syari’ah khususnya. 



Menjawab Tantangan Menuju Bank Syari’ah Masa Depan

            Menjawab tantangan globallisasi ekonomi serta keadaan bank syari’ah saat ini, ada beberapa hal yang perlu direnungkan dan dilakukan terutama bagi generasi muda kita. Misalnya, dalam membangun eksistensi ekonomi syari’ah pada bank syari’ah kita perlu mengklarifikasi lagi esensi pergerakannya yang berlandaskan Al Qur’an dan Hadits. namun tidak menutup kemungkinan bila kita tetap berpegang teguh pada islam, namun berangkat dari pemahaman pemikiran yang terbuka.

            Perbankan syari’ah juga dituntut menghadapi berbagai tantangan, yang semakin kompleks. Usia perbankan syari’ah di Indonesia masih relatif muda, laksana ’sosok’ remaja yang masih mencari ‘jati diri’. Tantangan yang dihadapinya pun tidaklah ringan dan mudah. Kalamuddinsjah, Regional Manager BMI Jateng/DIY, mengibaratkan membangun perbankan syari’ah seperti membangun jaringan transportasi kereta api yang harus dimulai dari membuat rel. Mengapa? Karena menciptakan satu landasan ekonomi syari’ah, harus dimulai dari nol. Berbeda dengan bank nasional yang telah mapan serta dukungan penuh dari pemerintah. Oleh karena itu, landasan yang esensinya berorientasi pada Al Qur’an dan Hadits harus diteguhkan, mengingat fungsi keduanya sebagai landasan syariat utama.

Selain landasan syariat sebagai esensi utama, kehadiran landasan hukum yang memadai juga sangat diperlukan. Terlebih, peran landasan hukum sangat diperlukasn dalam membangun eksistensi bank syari’ah secara De Jure ataupun De Fakto. Misalnya, dana dari Timur Tengah sedang membanjiri pasar modal negara-negara Asia maupun Amerika. Jika kita memiliki undang-undang yang mampu mengakomodasi kepentingan investor Timur-Tengah, tentunya negara kita sendiri yang akan diuntungkan. Apalagi mayoritas penduduk kita juga Muslim sehingga produk SBSN akan lebih mudah diterima.

Kita juga menyadari bila era globalisasi ekonomi memang sarat dengan kompetisi. Seiring berkembangnya zaman, tuntutan kehidupan menjadi semakin kompleks. Berbagai seleksi alam akan dihadapi oleh bank syari’ah. Oleh karenanya peningkatan kualitas lembaga terutama SDMnya sebagai roda penggerak harus segera diupayakan semaksimal mungkin. Pengembangan SDM bisa dilakukan melalui kerjasama antara perbankan Syari’ah dengan lembaga-lembaga pendidikan yang berada di luar maupun di Indonesia sendiri. Tentunya, kita juga harus mempersiapkan generasi muda sebagai agen of change yang memegang nasib bank syari’ah mendatang.

Di samping pengembangan SDM, Inovasi dan kreatifitas sangat diperlukan sebagai senjata dalam meraih kemengan di dunia yang sarat kompetisi ini. Mengingat negara Indonesia memiliki keunggulan tersendiri dalam kebebasan untuk mengembangkan pemikiran keagamaan lebih terbuka dibandingkan negara muslim lain, dapat menjadi sebuah peluang untuk berinovasi sekreatif mungkin.

Yuslam Fauzi, direktur utama bank syari’ah mandiri mengungkapkan, “Dalam ukuran madzhab, kita dan malaysia sama-sama madzhab Syafi’i. Di satu sisi, madzhab syafi’ai memang konservatif tapi disisi lain juga memberikan peluang untuk inovasi. Sistem inovasi di negara kita lebih memungkinkan. Karena struktur ulama dan berbagai keolompok keagamaan yang egaliter. Walaupun ada MUI, tapi MUI kita beda modelnya dengan negara-negara Timur Tengah yang memiliki mufti. Mufti itu merupakan instrumen negara atau pemerintah untuk secara mutlak-mutlakan memberikan fatwa. Sementara disini kebebasan untuk mengembangkan pemikiran keagamaan lebih terbuka, bebas atau egaliter. Sehingga yang menjadi andalan kemampuan kita adalah inovasi dan kreativitas.

Perbankan syari’ah perlu terus meningkatkan kualitas pelayanannya. Prinsip pelayanan yang ramah, mudah, cepat dan murah harus menjadi trade mark bank syari’ah. Begitu pula upaya mempermudah akses informasi dan pengambilan uang atau tabungan harus ditingkatkan. Pemanfaatan online internet dan ketersedian fasilitas ATM di berbagai lokasi strategis dan mudah terjangkau, merupakan keniscayaan. Dalam operasionalnya di lapangan, bank syari’ah harus terus dibina dan sekaligus diawasi. Dibina untuk lebih berkembang, diawasi agar tidak timbul penyimpangan. Pengawasan pada bank syari’ah di daerah, termasuk pada bank konvensional yang membuka syari’ah perlu dilakukan dengan ketat dan hati-hati. Masyarakat juga dituntut berlaku kritis bagi bank syari’ah yang mencurigakan. Jangan muncul kesan formalitas identitas syari’ah, praktek dan sistemnya tidak berbeda dengan konvensional.

Bank syari’ah perlu mempromosikan dirinya secara simpatik dan memikat. Berusaha mengubah mindset mereka dan yang penting mampu menampilkan sosok bank syari’ah yang profesional, berkualitas dan menguntungkan.. Promosi yang gencar dan menarik dengan memanfaatkan berbagai media, baik media bellow the line (event-event, seminar, brochure, spanduk, umbul-umbul) maupun media above the line (televisi, radio, koran, majalah). Promosi via televisi nampaknya masih jarang. Padahal promosi lewat media ini cukup efektif untuk pembentukan branch image dan branch awareness. Yang perlu digarisbawahi bahwa, sosialisasi dan promosi itu harus mampu membentuk imagedan dapat mengubah pilihan pasar mengambang pada bank syari’ah.

Seharusnya Bank Indonesia sebagai otoritas tertinggi perbankan di Indonesia melakukan sosialisasi atau edukasi mengenai apa itu bank syari’ah dan produk-produknya, agar masyarakat tidak terjebak pada pemikiran bahwa perbankan syari’ah dan konvensional itu sama saja, hanya berbeda sistemnya, atau bahwa bank syari’ah hanya untuk orang Islam saja. Satu hal yang cukup menarik yaitu bahwa dana sosialisasi produk-produk bank syari’ah ternyata lebih kecil jika dibandingkan dengan dana sosialisasi untuk iklan pengenalan uang baru atau iklan sosialisasi perbedaan uang asli dan palsu.

Selayaknya, Dewan Syari’ah Nasional dan bankir syari’ah melakukan lobi-lobi dan pendekatan kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar dukungan konkret dan nyata pada perbankan syari’ah dapat terealisasikan.

Selain itu, kehebatan globalisasi ekonomi dapat digunakan sebagai sarana bank syari’ah untuk meningkatkan produktivitas. Misalnya, pergerakan investasi dunia dengan sasaran berbagai pasar, dapat dijadikan sebagai sebuah lahan.

Berbagai instutusi pendidikan dapat menciptakan iklim transfer ilmu pengetahuan dalam ranah ekonomi syari’ah. Sehingga tenaga terdidik dan pengembangan di bidang perbankan Syari’ah akan dapat mencukupi kebutuhan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia.

Pemerintah, memiliki peran utama dalam mengembangkan sistem syari’ah di tanah air. Karena pemerintahlah yang memegang berbagai kebijakan yang mencakup seluruh gerak gerik bank syari’ah di tanah air. Apabila kebijakan mendukung tentunya perkembangan bank syari’ah akan semakin lancar.

Selama ini, kita sering berdecak kagum dengan segala kehebatan yang dimilliki bangsa asing. Ditambah image bank-bank asing seakan-akan memegang arah ekonomi dunia. Bangsa yang besar yaitu bangsa yang mau belajar dari kesuksesan bangsa lain. Tengoklah negara jepang. Mereka berhasil menjadi Macan Asia karena salah satunya budaya disiplin dan etos kerja tinggi yang mereka miliki. Mencontoh sesuatu yang positif bukan sebuah larangan, melainkan justru suatu keharusan bagi generasi muda kita. Bahkan apabila kita mau melihat dalam kacamata lain, negra kita memiliki potensi yang tidak dimiliki negara lain. Misalnya, populasi penduduk tinggi dengan mayoritas muslim, kesadaran beragama islam yang tinggi, berkembangnya kebudayaan islam serta hal lain yang sangat berpotensi memajukan bank syari’ah. Tidakkah ini cukup untuk menjawab bahwa negara kita bisa mendunia dengan bank syari’ahnya.

Akhirnya siapkah kita menjawab tantangan globalisasi ekonomi? Mampukah kita merajut masa depan bangsa supaya hari esok dapat lebih baik? Asalkan mau berjuang dan tidak berpangku tangan, kita tentu akan mampu dalam menghadapi semua ini. Sebab, kalau bukan kita sebagai generasi muda Indonesia, lantas siapa lagi yang akan berjuang untuk negeri kita tercinta?   





DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. Oktober 2001, “Perbankan Syari’ah Nasional: Kebijakan dan Perkembangan”, www.bi.co.id.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Republika. Senin 08 Maret 2010. Wawancara Yuslam Fauzi.

http://one.indoskripsi.com/. Diunduh pada hari Selasa tanggal 9 Maret 2010 pukul 07:01.



http://penadenikurniawan.co.cc. Diunduh pada hari Selasa tanggal 9 Maret 2010 pukul 07:13.



http://www.kompasiana.com. Diunduh pada hari Selasa tanggal 9 Maret 2010 pukul 07:06.



http://konsultasimuamalat.wordpress.com. Diunduhpada hari Selasa tanggal 9 Maret 2010 pukul 07:02.














Yogyakarta, 2010
Azhar Nasih Ulwan


Posting Komentar untuk "MERAJUT MASA DEPAN BANK SYARI’AH DI TANAH AIR PADA ERA GLOBALISASI EKONOMI"