Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagai Mengukir diatas Air

Suatu ketika seseorang bertanya kepada saya "Berapa jumlah anggota IPM di DIY saat ini? Berapa persen dari total anggota yang merupakan kader penggerak organisasi IPM?". Kontan saja saya hanya menjawab dengan sekenanya, perkiraan tanpa jumlah pasti. Pertanyaan tersebut cukup menyadarkan saya, bahwa selama ini IPM sangat lemah dalam aspek kelengkapan data dan informasi. Pertanyaan sederhana seperti jumlah anggota, ranting yang aktif, jumlah pelaksanaan tm 1, dll, tidak bisa saya jawab. Belum dengan pertanyaan yang lebih rumit seperti bagaimana pertumbuhan anggota atau bagaimana efektifitas program.

Jika berkaca pada prestasi yang diraih IPM, sejujurnya hal tersebut menjadi otokritik yang serius. IPM pernah menjadi Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) terbaik di Indonesia selama 3 tahun berturut-turut, bahkan masuk dalam kategori 10 organisasi pemuda terbaik di ASEAN dengan rewardnya ASEAN TAYO (Ten Youth Accomplised Organization). Penghargaan yang diraih IPM tidak lepas dari penilaian tertib administrasi yang menonjol. Jika prestasi tersebut merupakan reward atas kerja keras IPM, maka sudah seharusnya IPM memiliki sistem administrasi yang baik. Administrasi yang ideal tentu diperkuat dengan data-data yang dimiliki organisasi tersebut.

Kondisi lemahnya organisasi dalam aspek kelengkapan data dan informasi tidak hanya dialami IPM saja. Organisasi Otonom Muhammadiyah yang lain pun masih lemah dalam hal ini. Lemahnya kelengkapan data diakui oleh kader-kader ortom lain ketika saya berdiskusi dengan mereka. Padahal dengan kelengkapan data dan informasi sebuah organisasi dapat mengambil keputusan objektif yang berkualitas.

Mengenai pentingnya data dan informasi dalam sebuah pergerakan organisasi, saya selalu teringat cerita seorang aktivis muhammadiyah yang bertugas di salah satu puskesmas di daerah Jabotabek. Seringkali ketika bertugas di puskesmas, datang seseorang yang meminta data mengenai masyarakat di daerah yang ditangani puskesmas tersebut. Data yang diminta seputar keadaan kesejahteraan masyarakat. Usut punya usut, orang tersebut seorang misionaris yang membutuhkan data untuk memetakan kondisi masyarakat sebagai objek dakwahnya. Masyarakat kurang mampu menjadi target utama dalam misi kristenisasi mereka. Masyarakat dengan kondisi ekonomi rendah lebih mudah tergiur untuk menjual agamanya. 

Akan menjadi refleksi penting bagi IPM khususnya dan Muhammadiyah umumnya, sudah sejauh mana program yang kita lakukan sesuai dengan permasalahan yang terjadi di akar rumput objek dakwah kita. Jangan-jangan selama ini kita hanya melahirkan program dari hasil asumsi elite organisasi yang lebih mengedepankan teori dan logika ketimbang fakta di lapangan. Jika kita hanya melahirkan program dari asumsi-asumsi tanpa data, saya khawatir organisasi ini "Bagai Mengukir di Atas Air", melakukan suatu hal tetapi tidak berdampak apa-apa.

Maka untuk mematahkan kekhawatiran itu, kita perlu segera melakukan pemutakhiran data. Melengkapi amunisi-amunisi dakwah kita agar dakwah yang kita lakukan tepat mengenai sasaran. Dalam pengajian Pimpinan Pusat Muhammadiyah di bulan ramadhan tahun ini, saya sempat kagum dengan paparan Dr. Phil. Ahmad Norma Permata, MA tentang data yang dikumpulkan oleh Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Muhammadiyah. Data yang dihimpun LPCR menjadi evaluasi penting bagi pergerakan Muhammadiyah di Indonesia. Semoga ortom muhammadiyah dapat mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh ayahandanya. 




Posting Komentar untuk "Bagai Mengukir diatas Air"