Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membangun Asa Sangkar Hidup Orangutan di Ranah Broadband


Membangun Asa Sangkar Hidup Orangutan di Ranah Broadband

".......Hari Minggu yang berawal tanpa cela, berakhir dengan sore yang berlinang air mata.Tanggal 2 Oktober 2011, sekitar jam 4 sore, Fadilah Pendi Amat, seorang pencari kayu damar dari Desa Kasongan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, datang ke Nyaru Menteng dengan sebuah kardus kecil di tangannya. Dalam kardus kumal bekas mie instan yang beralas selimut tua itu, terbaring bayi orangutan lemah tak berdaya, menahan kesakitan yang amat sangat. Tubuhnya terbakar di beberapa tempat, memperlihatkan luka segar yang menganga. Aroma tak sedap segera menyergap. Terlihat jelas bahwa Pongo pygmaeus muda ini terbalut dalam kotorannya sendiri. Kondisinya amat memprihatinkan.  Sulit mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Himba dan induknya, atau apakah kebakaran hutan tersebut disengaja. Dan mungkin kita tak akan pernah tahu. Namun kejadian ini kembali menjadi bukti nyata atas kondisi habitat orangutan yang semakin memprihatinkan. Luasan hutan semakin berkurang dan tak lagi ideal untuk menopang kehidupan. Kini, Himba masih menjalani perawatan intensif. Ia diinfus dan diberi oksigen untuk membantunya tetap bertahan hidup. Selain itu, Himba diberi pengobatan berupa antibiotik, penawar rasa sakit (painkiller) untuk mengurangi kesakitannya, medikasi untuk membantu pencernaannya, serta injeksi vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mendorong kesembuhannya..." dikutip dari Himba Yang Ceria - Borneo Orangutan Survival Foundation. 

Cerita tersebut pun menyebar lewat media sosial; blog, Facebook, hingga Twitter...

Penggalan cerita di atas, adalah tentang Himba, anak orangutan yang diselamatkan akibat kebakaran hutan. Himba hanyalah salah satu contoh, cerita, bagaimana orangutan kini tak lagi menemukan ruang hidup yang nyaman. Tapi kini bukan hanya Himba, masih banyak Himba-Himba lainnya yang membutuhkan pertolongan kita: akibat kebakaran hutan, pembalakan liar, jual beli, hingga pembunuhan terhadap orangutan.

Orangutan merupakan salah satu spesies kera besar langka yang dilindungi. Kini seakan tak pernah henti, orangutan Lesan, di kecamatan Kelay, Berau, Kalimantan Timur, terus dikepung dari kanan, kiri, depan, pun belakang. Pembalakan liar itu membuat kurungan si Pongo pygmaeus (orangutan borneo) kian menciut . Jika hutan Lesan tak segera diselamatkan, selain mengancam populasi hewan endemis Sumatera dan Kalimantan ini, kehidupan sekitar juga ikut terancam.

Bagi Pak Sudirman, guru SD di Hutan Lesan, dan juga salah seorang sukarelawan orangutan yang sudah lebih dari 5 tahun menghabiskan waktunya di hutan Lesan, kesehariannya dengan orangutan memberikan banyak wacana bahwa terkadang apa yang ia lakukan tak selamanya mendapat banyak dukungan dari beragam pihak, terutama untuk melindungi para orangutan. 

Tapi ia masih ingat, pada akhir 2010 lalu, saat ia bersama-sama dengan sukarelawan lain, dan mahasiswa, memposting sebuah video tentang keterkepungan orangutan Borneo dari industri di YouTube, video tersebut memperoleh banyak respon prihatin dan simpati dari berbagai dunia. 

Siapa sangka awalnya video itu di-upload dari sebuah laptop jadul dan dengan video rekaman dari ponsel seadanya. Nyatanya konektivitas, relasi, aksesibilitas komunikasi, fleksibilitas, dan inovasi menjadi kunci utama yang membawa video orangutan mendapatkan banyak dukungan. Meski baru sebatas pada dukungan moril, dan sebagian ada yang menyumbang uang, bagi Pak Sudirman dan sukarelawan lain, hal ini sangat memotivasi mereka untuk bersama-sama melindungi sangkar hidup orangutan Borneo.

Hutan Lesan yang dibelah sungai merupakan satu dari sedikit warisan "Hutan Borneo" yang tersisa. Ribuan pohon tua dengan diameter lebih dari satu meter memadati kawasan tersebut. Kayu gaharu dan ulin yang langka itu, meskipun tak mudah, bisa ditemukan di hutan ini. Puluhan jenis mamalia, seperti monyet ekor panjang, owa-owa dan bekantan, juga ratusan jenis burung, sejumlah reptil, amphibi, kelelawar dan bangau strom. Selain itu, Hutan Lesan merupakan salah satu "rumah" terakhir bagi orangutan, satwa langka kelas dunia yang dilindungi. Di seluruhjagat, jumlah orangutan kini tak lebih dari 6.000 ekor, dan hanya hidup di Kalimantan dan sebagian Sumatera.

Menurut survei terakhir, jumlah orangutan yang hidup di Lesan diperkirakan 190 ekor. Konon, ini taksiran yang lebih akurat. Sebelumnya, sebuah survey menyebut populasi orangutan di areal bekas hutan produksi itu mencapai 400 ekor. Namun, menurut beberapa hasil survei, perkiraan populasi ini meleset karena menggunakan data umur sarang orangutan di Kalimantan Barat yang karakternya berbeda dari orangutan Lesan. Orangutan Lesan berasal dari varietas Pongo Pygmaeus Mario, yang hanya hidup di Kalimantan Timur.  Orangutan di Kalimantan dikategorikan sebagai endangered species oleh IUCN. Terbagi dalam tiga subjenis yaituPongo pygmaeus pygmaeus, Pongo pygmaeus wurmbii dan Pongo pygmaeus morio.

Kendala Klasik: Minimnya Akses Selular dan Internet
Menurut tulisan dari Tribun Kaltim, dengan luas tempat hidup 11.000 ribu ha lebih, kepadatan  orangutan di Lesan mencapai 1,9 ekor per kilometer persegi. Sementara itu gejala dini dari penciutan kawasan hutan itu tampak dari riuhnya pelbagai kegiatan yang kini menderu-deru di sekeliling Lesan, mulai dari perkampungan, pemukiman transmigrasi, perkebunan karet, kebun sawit, hutan tanaman industri, hingga konsesi HPH. Bagi orangutan yang hidup di dalamnya, kepungan itu membuat Hutan Lesan bagaikan sangkar besi yang terkunci rapat. Mereka seperti pesakitan yang menjadi tahanan seumur hidup.

Berbagai permasalahan timbul, bukan saja penebangan hutan, perburuan dan jual beli terhadap orangutan yang terus meningkat, kendala komunikasi, seperti akses selular dan internet pun ikut menjadi perhatian tersendiri, terutama bagi sukarelawan asing. Selama ini sinyal selular di area hutan Lesan memang terbatas, kecuali jika masuk ke dalam perkampungan dan dekat dengan kantor-kantor pengelola perkebunan.

"Komunikasi selular dan akses internet penting bagi kami, terutama para sukarelawan agar bisa saling terhubung dan menginformasikan keberadaan orangutan," ujar Pak Sudirman menjelaskan. "Ini penting, karena begitu kami melihat ada yang tidak beres dengan orangutan, apakah mereka terperangkap, sakit, mati karena tertembak, atau masuk ke dalam perkampungan, akan sangat memudahkan dalam memberikan pertolongan jika kami dapat saling menginfomasikan hal ini kepada team lainnya."

Misalnya, salah seorang penduduk setempat sering menemukan bayi orangutan yang sakit, tapi karena keterbatasan komunikasi dengan pihak konservasi, akibatnya bayi tersebut dirawat sendiri selama seminggu sampai akhirnya dijemput oleh relawan. Tapi terkadang, banyak juga yang tak tertolong karena perawatan yang diberikan penduduk seadanya. 

Andai saja, di tiap pos hutan terdapat akeses selular tentunya akan memudahkan para relawan untuk menjemput bayi orangutan tersebut. Dengan adanya kemudahan akses selular, maka penduduk yang menemukan orangutan yang sakit atau terluka cukup menelepon tim relawan.

Intinya adalah bahwa teknologi mestinya tidak lagi menjadi batasan dan pilihan. Tidak lagi harus di kota dulu, atau di pelosok, atau di tempat yang kaya dulu, atau lainnya. Tapi adalah bagaimana akses selular dan internet  bisa merangkul semua alias reach the unreach, termasuk sampai pada pelosok di taman nasional, daerah konservasi, terutama tempat dimana banyak habitat langka dilindungi, sehingga para sukarelawan dapat saling terkoneksi dan menginformasikan keberadaan orangutan.

 Peran Selular 
Sejak awal tahun 2011, ia bersama-sama dengan beberapa NGO lokal dan asing merumuskan bagaimana mengimplementasikan teknologi selular ke dalam program pelestarian terpadu orangutan. Lebih dari itu, termasuk bagaimana menginput teknologi social media, seperti Facebook, Twitter dan YouTube ke dalam program. Apalagi uji awal dengan mem-posting video tentang orangutan borneo beberapa waktu lalu telah mendapatkan banyak respon dari masyarakat di berbagai dunia.

Program tersebut diimplementasikan dengan beberapa tindakan umum yang selama ini sering dilakukan. Misalnya untuk tindakan karantina, relawan mengumumkan nomor telepon yang bisa dihubungi baik melalalui telepon langsung maupun SMS sebagai call center karantina. Pada daerah yang akses selularnya tidak stabil, bekerja sama dengan pihak perkebunan, membuat satu posko yang dilengkapi dengan penguat sinyal selular. 

Dengan demikian diharapkan proses karantina awal, serah terima orangutan dari penduduk ke relawan pun bisa berlangsung lebih cepat. Apabila telah menjalani proses tersebut, orangutan harus menjalani proses isolasi sampai statusnya bebas dari penyakit. Apabila orang utan dinyatakan sakit maka harus dilakukan pengobatan sampai sembuh dan kemudian menjalani proses sosialisasi. 

Selama menjalani proses karantina, beberapa NGO lokal pun membuatkan blog khusus bagi orangutan yang sedang dalam masa karantina tersebut sehingga masyarakat luar bisa melihat perkembangannya, sekaligus berkomentar memberikan masukan positif melalui blog. Salah satu blog yang bisa dibaca dihttp://greatorangutanproject.blogspot.com/ menunjukkan hari ke hari masa karantina orangutan sebelum masuk ke dalam tahap sosialisasi. 

Nah, di tahap sosialisasi ini, orangutan memulai penyesuaian diri pada lingkungan hidupnya yang baru. Proses ini diawali dari penggabungan dengan kelompok yang memiliki usia dan berat badan yang sama. Selanjutnya dilakukan pengenalan kepada pakan alaminya, yaitu dengan pemberian daun-daunan dan buah-buahan dari hutan. 

Untuk memonitor pengayaan atau enrichment guna mengetahui perkembangan fisik dan kecerdasannya dalam menghadapi kondisi lingkungan yang baru, tim relawan hutan Lesan memasang CCTV yang bisa diakses langsung melalui ponsel dan komputer di rumah. Memang akses ini tidak terbuka untuk untuk publik, tapi berkat bantuan salah satu operator selular, instalasi dan konektifitas jaringan di dalamnya memudahkan tim dalam melihat perkembangan orangutan selama masa sosialiasi. Apabila memenuhi syarat maka selanjutnya dilakukan proses latihan di rumah singgah.

Proses ini dilaksanakan di hutan asli yang dipakai untuk mengenalkan kehidupan orangutan pada habitatnya secara dini. Pada tahapan ini pun dipasang CCTV yang bisa diakses melalui ponsel dan komputer, orangutan akan mencoba mengenal jenis pohon yang dimakan dan cara bertahan hidup dan membangun sarang sendiri. Selain itu orangutan juga dapat belajar untuk menghindar dari ancaman yang mereka temui. Nantinya hasil analisis dari CCTV akan dirumuskan apakah orangutan pada tahap rumah singgah ini nantinya dapat dilepas ke habitat aslinya.

Tahap akhir adalah melepas liar orangutan ke hutan. Orangutan dapat dilepasliarkan kembali apabila memenuhi syarat: bebas dari segala macam penyakit, berat badan 15 kg atau lebih, memenuhi standar observasi yang telah ditentukan, menjalani latihan selama 6 bulan atau lebih. Adapun syarat lokasi pelepasliaran adalah mampu secara ekologis mendukung kehidupan orang utan (jumlah pohon buah banyak dan persediaan air cukup) , luas, merupakan hutan lindung, dan aman dari pemukiman dan para perambah. Waktu pelepasliaran sebaiknya pada awal musim berbuah sehingga tingkat keberhasilannya tinggi.

Nah, pada tahap ini, rencanaya akan dipasang juga transmitter penjejak yang memanfaatkan teknolgi satelit. Pemasangan alat tersebut dilakukan melalui operasi implan, dan ini merupakan langkah maju yang sangat penting bagi kegiatan reintroduksi orangutan Borneo. Orangutan yang dipasangi pemancar itu akan memberikan data distribusi di ekosistem kawasan hutan yang menjadi areal penglepasannya melalui bantuan GIS via satelit.

Dengan dipasangi transmiter akan mempermudah pengamatan dan pengawasan terhadap hewan dilindungi itu. Apakah orangutan yang dilepasliarkan mampu bertahan hidup di alam atau tidak. Juga akan diketahui daerah jelajah setiap orangutan yang dilepasliarkan. Kepingan transmiter dengan diameter sekitar tiga centimeter dan tebal satu centimeter itu ditanam di tengkuk orangutan. 

Transmiter ini secara otomatis aktif pada pukul 07.00 WIB hingga 15.00 WIB setiap hari dan baterainya mampu bertahan hingga dua tahun. Nantinya laporan dari transmitter itu bisa diakses melalui ponsel, bagi relawan yang tidak terhubung dengan laptop dan PC mereka di kantor, sistem akan memberikan informasi melalui titik kordinat yang dikirim via SMS.

Kini kegiatan pelestarian tersebut bisa dilihat melalui berbagai saluran media sosial, mulai dari facebook hingga akun twitter @orangutankita atau @lonelyapes, sehingga banyak orang bisa terlibat dan mendukung program pelestarian terpadu orangutan, tidak hanya di Indonesia pun di berbagai belahan dunia. 

Berkah Selular
Kini berkat telekomunikasi yang terjangkau dan tersedia dengan mudah di mana-mana (ubiquitous) membuat setiap orang di seluruh penjuru dunia kini dapat berpartisipasi secara global dalam hal pelestarian orangutan, pun hingga di Amerika. Organisasi Orangutan Foundation International di Amerika, bahkan telah sejak lama menjalankan program orangutan mobile giving, yakni program donasi via SMS di berbagai negara bagian di Amerika, yang hasilnya disumbangkan bagi pelestarian orangutan di Indonesia.

  

Telekomunikasi dan teknologi informasi (TI) telah memompa globalisasi sepenuh-penuhnya, sempurna, menciptakan dunia yang datar, praktis tak berjarak, tak berjenjang, tak bersekat. Telekomunikasi, sebagaimana juga TI yang memberi nyawa pada kata absurd bernama globalisasi, sekarang memang sudah bisa dinikmati segala lapisan orang. Presiden atau kepala dusun, jenderal atau prajurit rendahan, direktur atau office boy, majikan sampai pembantu rumah tangga, tenaga relawan hingga petugas penjaga hutan, semuanya menikmati efek telekomunikasi. 

Tentunya termasuk para relawan pelestarian orangutan itu, kini telah dibekali dengan berbagai akses komunikasi mulai dari laptop lengkap dengan modemnya hingga dukungan ponsel pintar. Jadi tidak heran jika mereka pun bisa mengirimkan informasi langsung via push email, mengupload foto dan video orangutan yang sedang dalam tahap karantina, hingga meng-update dan berkomunikasi dengan orang lain tentang orangutan di berbagai dunia via twitter.

Tak heran jika Obama punya cita-cita untuk mendorong Internet broadband bisa sampai ke setiap pelosok di Amerika. Obama menginginkan hasil bumi Amerika dapat dengan cepat dipromosikan dan diterima oleh belahan bumi yang lain. Obama telah mendorong hutan wisata dan program pelestariann satwa langka yang terhubung (always on) dengan teknologi selular. Indonesia, sebagai negara besar, dengan penetrasi selular dan pasar yang terus tumbuh ini jelas bisa mencontohnya ketika 4G nanti hadir di depan kita. Termasuk saat nanti Anda dengan nyaman mengakses broadband sembari melihat orangutan yang lucu menikmati alam liar tanpa ada gangguan lagi.. ...Betapa indahnya nikmat selular. Semoga. 

(Haryo Adjie Nogo Seno)
Juara 1 XL Award Wartawan 2011 

Posting Komentar untuk "Membangun Asa Sangkar Hidup Orangutan di Ranah Broadband"