Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sinergi Peran Pemerintah dan Operator Seluler Sebagai Solusi dalam Membangun Wilayah Perbatasan Indonesia


Sinergi Peran Pemerintah dan Operator Seluler Sebagai Solusi dalam Membangun Wilayah Perbatasan Indonesia
(Juara 1 XL Award Mahasiswa 2011) 



”Mereka hidup dari gemerlap negeri orang karena negeri yang mereka tinggali begitu gelap. Sebuah kenyataan bahwa belum meratanya pembangunan masih terjadi di Indonesia.”

Potret Kehidupan Masyarakat Perbatasan
Sebagian besar masyarakat perbatasan Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan dan memiliki status sosial dan budaya yang rendah bila dibandingkan dengan masyarakat yang hidup di perkotaan (Nikijuluw, 2001). Ketidakmerataan arah pembangunan menjadi sebab utama ketimpangan tersebut. Salah satu contoh nyatanya dialami oleh masyarakat di Desa Temajuk Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat yang secara geografis langsung berbatasan dengan Malaysia.
Kehidupan di Temajuk benar-benar jauh dari gemerlap dunia luar. Hari-hari terasa gelap, dunia terasa begitu sempit, dan waktu seakan berjalan begitu lambat. Semua itu disebabkan oleh keadaan desa yang terisolasi dan terpinggirkan. Ibarat katak di dalam tempurung, itulah perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan kehidupan masyarakat Temajuk saat ini. Pengetahuan mereka begitu sempit karena hanya terkungkung di dalam gelapnya keadaan. Bukannya mereka tidak potensial tetapi ruang gerak yang terbataslah sebagai penyebab utama rendahnya kualitas hidup masyarakat di sana.
Sinyal ponsel merupakan sesuatu yang masih langka bagi masyarakat Temajuk. Kehadiran sinyal hanya ada di tempat-tempat tertentu. Bahkan bila ingin mendapatkan sinyal dari operator seluler Indonesia, masyarakat di sana harus menyeberangi Sungai Merbau kemudian menyusuri pantai ke arah Desa Ceremai. Pada sebuah tikungan di pinggir pantai yang berbatu ada sebuah pohon sebagai tempat yang dapat menerima sinyal. Masyarakat menyebut pohon tersebut sebagai pohon sinyal. Namun, kehadiran sinyal di tempat tersebut hanya kadang-kadang, bahkan sebagian masyarakat rela memanjat hingga ke atas pohon tersebut agar sinyal yang diterima lebih baik.
Sungguh perjuangan yang tidak mudah untuk sekedar dapat berkomunikasi dengan kerabat atau teman yang jauh dari sana. Alasan itulah yang mendorong mereka untuk lebih cenderung menikmati layanan operator seluler dari Malaysia yang sinyalnya lebih mudah diperoleh. Walaupun untuk satu kali sms harus mengeluarkan biaya Rp. 4.500 dan untuk menelepon sebesar Rp. 28.000,00-30.000,00/menit (konversi dari ringgit ke rupiah) mereka tidak merasa keberatan daripada harus pergi ke tempat yang jauh untuk mencari sinyal operator Indonesia meskipun tarifnya lebih murah.
Gambar 1. Masyarakat Temajuk yang berusaha mencari sinyal
ponsel (Equator, 2011).
Fakta ini menjadi sebuah bukti bahwa operator seluler yang ada di Indonesia masih belum sepenuhnya mampu menjangkau seluruh pelosok negeri. Bahkan di Desa Temajuk operator seluler Indonesia harus mengakui kekalahan dari operator seluler Malaysia ditinjau dari jangkauan sinyal. Kekalahan ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat Temajuk yang memakai jasa operator seluler Malaysia (Mulyadi dalamMata Najwa Metro TV, 2011). Keadaan ini harus menjadi sebuah pelajaran bagi operator seluler Indonesia untuk berusaha lebih keras lagi tidak hanya berlomba untuk menyediakan tarif murah dan kepuasan pelanggan semata. Perluasan layanan harus menjadi tantangan sekaligus fokus baru bagi operator seluler tanah air.
Selain hambatan komunikasi, Desa Temajuk juga sangat minim dalam hal sarana infrastruktur terutama belum tersedianya jalan yang memadai guna menghubungkan mereka dengan dunia luar. Jika ingin ke luar dari desa maka mereka hanya mempunyai sebuah pilihan rute yaitu jalan yang menyusuri pantai berpasir. Ketika air laut pasang maka mau tidak mau mereka harus mengurungkan niat untuk ke luar dari desa hingga menunggu air laut kembali surut. Namun, permasalahan ini sedikit teratasi dengan adanya pembuatan jalan dari Desa Temajuk hingga ke Kecamatan Paloh. Dengan adanya jalan tersebut yang baru saja diresmikan pada tanggal 3 November 2011 yang lalu maka akses masyarakat dengan dunia luar menjadi sedikit mudah. Tetapi akses jalan ini juga belum bisa dikatakan memadai mengingat material jalan yang hanya ditimbun dengan tanah kuning (belum beraspal) sehingga bila musim hujan jalan ini sangat sulit dan berbahaya untuk dilalui.
Gambar 2. Kondisi Jalan Temajuk-Paloh (Equator, 2011).
Dalam kegiatan perekonomian, masyarakat Temajuk sangat bergantung kepada negara jiran, Malaysia. Hampir seluruh kebutuhan pokok sehari-hari dipasok dari sana. Akses jarak yang cukup jauh dan sulit dari Kota Kecamatan Paloh menjadi penyebab utama masyarakat lebih memilih membeli produk Malaysia yang jaraknya lebih dekat dan aksesnya lebih mudah. Kenyataan ini terlihat dengan banyak produk Malaysia di warung-warung yang ada di desa tersebut. Dengan kondisi infrastruktur jalan sekarang ini, bila ingin ke Kota Kecamatan Paloh maka warga harus menempuh jarak sejauh 20 km dengan waktu perjalanan sekitar 2 jam menggunakan sepeda motor. Sedangkan untuk pergi ke Teluk Melano, Malaysia hanya perlu menempuh jarak 1,5 km dengan waktu tempuh 15 menit dengan kendaraan yang sama. Oleh sebab itu warga di sana lebih sering menggunakan mata uang ringgit daripada rupiah (Tribun Pontianak, 2011). Akses ke Malaysia yang lebih mudah juga didukung dengan tidak diperlukannya pasport dan syarat lainnya untuk melintas batas negara (Republika Online, 2011).
Di bidang pendidikan, fasilitas yang tersedia juga masih sangat minim dan sangat kontras dengan Kampong Telok Melano (Malaysia) yang secara geografis keduanya saling berbatasan. Menurut Zulfadli dalam ANTARA (2011) yang merupakan salah seorang anggota Komisi X DPR RI dari Kalimantan Barat.
”Di Kampong Telok Melano, Malaysia yang hanya memiliki 70 kepala keluarga telah dibangun sekolah berasrama dengan fasilitas yang sangat memadai serta lengkap. Sementara di Desa Temajuk yang memiliki 578 kepala keluarga dengan 1.879 jiwa sama sekali tidak ada kenampakan yang seperti itu, bahkan fasilitas pendidikannya dapat dikatakan memprihatinkan.”
Tidak hanya sampai disitu, masyarakat Temajuk juga belum menikmati fasilitas listrik dari pemerintah. Program Listrik Masuk Desa sepertinya hanya mimpi bagi mereka. Padahal listrik merupakan kebutuhan yang sangat vital dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Jika ingin menikmati listrik masyarakat hanya mengandalkan genset (alat pembangkit listrik portable) pribadi yang penggunaannya hanya terbatas di malam hari. Dengan genset masyarakat biasanya mengadakan acara nonton bersama sambil menikmati hangatnya secangkir kopi di rumah masyarakat tertentu, karena belum semua masyarakat di sana memiliki genset apalagi TV. Acara yang mereka tonton pun kebanyakan dari siaran TV Malaysia, akibatnya dari pengakuan masyarakat di sana, mereka lebih hafal lagu kebangsaan Malaysia (Negaraku) ketimbang lagu kebangsaan sendiri yaitu Indonesia Raya.
Fasilitas kesehatan di sana juga sangat minim. Untuk berobat masyarakat harus menempuh jarak cukup jauh ke Kota Kecamatan Paloh. Bahkan tidak jarang masyarakat di sana lebih memilih untuk berobat di Malaysia. Jika ada masyarakat yang akan melahirkan maka mereka harus ke Malaysia karena jaraknya lebih dekat dan akses jalannya relatif mudah daripada harus ke Kota Kecamatan Paloh yang waktu tempuh perjalanan lebih lama ditambah lagi akses jalan yang belum memadai.
Fakta-fakta di atas merupakan sebuah ironi kehidupan masyarakat di perbatasan. Ketika masyarakat perkotaan asyik disuap oleh berbagai bentuk teknologi, masyarakat Temajuk masih gagap teknologi; ketika masyarakat perkotaan dikelilingi oleh gemerlap dunia, masyarakat Temajuk hanya hidup dari gelapnya keadaan; ketika masyarakat perkotaan bebas berekspresi menembus batas ruang dan waktu, masyarakat Temajuk masih saja terkungkung oleh jarak dan waktu. Kenyataan ini merupakan sebuah ketimpangan luar biasa sebagai akibat dari ketidakadilan pembangunan yang tersembunyi. Tetapi di lain pihak, kita tidak dapat mengingkari kenyataan tersebut. Sebuah kenyataan yang sungguh menyakitkan mengingat kehidupan masyarakat di sana yang jauh berbeda dari kehidupan masyarakat perkotaan dan ditambah lagi kondisi masyarakat Temajuk yang secara signifikan lebih dekat dan bergantung kepada Malaysia daripada Indonesia. Kesimpulannya, masyarakat Temajuk masih hidup di bawah garis kemiskinan, gagap teknologi, dan miskin ilmu. Lalu di manakah peran teknologi infromasi dan komunikasi (TIK) yang katanya mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat? Dan di mana pula tanggung jawab pemerintah Indonesia selama ini?

Indonesia yang Semakin Malaysia?
Kehidupan masyarakat Temajuk yang jauh dari perhatian pemerintah Indonesia membuat mereka semakin tergantung kepada Malaysia. Keadaan ini sudah berlarut-larut sampai berpuluh-puluh tahun sehingga menimbulkan kedekatan psikologis yang begitu dalam terhadap masyarakat Malaysia. Kurangnya perhatian dari pemerintah secara tidak langsung telah membuat mereka semakin ”Malaysia.” Dengan perlahan rasa cinta masyarakat Temajuk terhadap NKRI bisa saja luntur. Oleh sebab itu pemerintah perlu mengantisipasi hal ini dengan cara lebih memperhatikan keadaan masyarakat di sana. Tidak hanya pemerintah, peran pihak swasta juga sangat diperlukan seperti halnya layanan operator seluler yang setidaknya mampu memangkas keterbatasan ruang gerak mereka di sana.
Bila keadaan ini terus berlanjut maka tentu akan menimbulkan rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah Indonesia. Ketidakpuasan masyarakat Temajuk terhadap pemerintah RI dari hari ke hari semakin jelas. Misalnya saja pada HUT RI 2011 yang lalu masyarakat di sana mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia. Ancaman ini bukan dikarenakan rasa nasionalisme telah hilang tetapi hal ini dilakukan sebagai ungkapan demokratis karena kurangnya perhatian dari pemerintah setempat selama ini. Eddy Suratman dalam Borneo Tribun (2011), seorang Guru Besar Universitas Tanjungpura yang berfokus pada kajian ekonomi perbatasan mengatakan bahwa :
”Sikap warga perbatasan Desa Temajuk yang ingin mengibarkan bendera Malaysia bukanlah karena tidak memiliki rasa nasionalisme tetapi mereka telah jenuh dengan kehidupan yang kurang diperhatikan pemerintah. Pemerintah tidak melihat dan tidak berbuat, seolah-olah tidak ingin tahu dan seakan menganggap warga Desa Temajuk bukan bagian dari kita yang harus diperhatikan dari berbagai sisi.”
Sebuah statment yang cukup keras tetapi setidaknya itu sedikit menjelaskan apa yang sedang terjadi di Temajuk yang kondisinya terisolasi dan terpinggirkan. Dengan keadaan yang seperti ini wajar saja bila mereka semakin ”Malaysia.” Walaupun Garuda masih di dada tetapi pada kenyataannya yang mengisi perut mereka adalah Malaysia.
Jika anggapan pemerintah selama ini teroris dan koruptor merupakan musuh terbesar bangsa Indonesia yang harus dibasmi maka itu dinilai keliru. Musuh terbesar sebenarnya bangsa kita adalah rendahnya kualitas hidup bangsa seperti yang terlihat pada masyarakat yang ada di Temajuk yang mengalami keterbelakangan pembangunan dan luput dari perhatian pemerintah. Perlu disadari bahwa rendahnya kualitas hidup bangsa merupakan akar dari setiap permasalahan yang terjadi. Selain itu, Desa Temajuk merupakan contoh dari wilayah NKRI yang sangat rentan mengalami disintegrasi bangsa. Masyarakat Temajuk hanya sebuah contoh dari sekian banyaknya anak bangsa yang mengalami nasib serupa di seluruh penjuru Indonesia.

Pertahanan Negara yang Semakin Lemah
Ancaman disintergrasi bangsa terutama yang ada di wilayah perbatasan harus dihilangkan seminimal mungkin. Perkembangan infrastruktur dan teknologi informasi dan komunikasi di daerah perbatasan akan mendukung kesejahteraan dan keamanan wilayah bagi stabilitas nasional. Pertahanan yang kuat harus didukung oleh sektor ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan, dan teknologi yang memadai. Hal ini senada dengan pendapat Nasution (2009) yang mengatakan :
”Pembangunan suatu wilayah perbatasan dari aspek ekonomi, sosial, dan budaya berpengaruh signifikan terhadap kuatnya pertahanan suatu negara. Hal ini terjadi karena perbaikan struktur ekonomi, sosial, dan budaya akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membela negara, meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat serta meningkatkan kinerja dan profesionalisme aparatur pemerintahan.”
Dengan semakin rendahnya kesejahteraan masyarakat perbatasan seperti yang dialami oleh masyarakat Temajuk maka kekuatan pertahanan di wilayah tersebut juga lemah. Usaha pertahanan negara di wilayah perbatasan akan sia-sia bila masyarakat di sana yang berperan sebagai palang pintu keamanan kualitas hidupnya masih rendah. Logikanya, akankah mereka sempat memikirkan masalah pertahanan negara ketika perut mereka masih kosong. Apalagi jika yang mengisi perut mereka selama ini dari negara lain.
Pada saat terjadi ketegangan dengan Malaysia mengenai isu pencaplokan wilayah di Camar Bulan dan Tanjung Datu yang menimbulkan ketegangan pemerintah di Ibu Kota, ternyata hal ini sungguh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat Temajuk yang menanggapinya dengan santai, bahkan mereka masih bisa dengan leluasa keluar masuk Teluk Melano, Serawak (Malaysia) tanpa menunjukkan identitas. Sama sekali tidak ada sikap konkrit dari masyarakat untuk menyalahkan apalagi memusuhi Malaysia karena mereka sadar bahwa selama ini sangat bergantung kepada pemerintah Malaysia. Bahkan ada sebagian warga di sana yang berujar ”Bila terjadi perang kami makan apa?” (Tribun Pontianak, 2011).
Jika masyarakat perbatasan saja sudah tidak lagi memikirkan masalah pertahanan negara bahkan bersikap acuh tak acuh maka dapatkah disintegrasi NKRI dihindari? Seharusnya pemerintah lebih mengedepankan daerah perbatasan tidak hanya dalam teorika belaka tetapi harus diwujudkan dengan sikap nyata. Tingginya kualitas masyarakat perbatasan ditinjau dari berbagai bidang akan semakin menambah kuatnya pertahanan negara begitu pula sebaliknya.
Gambar 3. Rumah salah satu masyarakat Temajuk berbendera Malaysia
(Pontianak Post, 2011).
Gambar 2 diatas menjadi bukti sikap nyata ketidakpuasan salah satu masyarakat Temajuk terhadap pemerintah Indonesia. Harus dihayati bahwa sikap ini merupakan benih awal dari disintegrasi sebuah bangsa. Lalu, apakah pemerintah akan tinggal diam saja? Atau masih sibuk dengan perdebatan panjang yang tiada akhir di kursi kekuasaan? Atau masih berkutit dengan tarik-ulur kebijakan yang sudah jelas keliru?

Peran Operator Seluler di Perbatasan
Area yang jauh, terpencil, dan terisolir merupakan sebab kawasan perbatasan luput dari perhatian. Akibatnya pemerintah pusat maupun daerah kurang begitu memperhatikan kehidupan masyarakat perbatasan. Namun, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk mengacuhkan mereka yang ada di sana dan beranggapan keadaan itu merupakan sebuah konsekuensi yang harus ditanggung oleh masyarakat di daerah perbatasan. Sebagai warga negara yang mengerti akan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 maka sudah seharusnya kita memperjuangkan hak-hak mereka yang ada di sana. Hak-hak itu meliputi hak dasar yang harus mereka terima seperti hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur serta teknologi informasi dan komunikasi yang memadai.
Selain menjadi objek dari perhatian pemerintah, ternyata masyarakat yang hidup di perbatasan juga memiliki peran sebagai aktor yang sangat potensial dalam usaha menjaga stabilitas nasional dari ancaman negara lain. Di tengah sulitnya peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas masyarakat perbatasan akibat hambatan geografis berupa ruang dan waktu serta terbatasnya anggaran negara maka kehadiran operator seluler dapat dijadikan peran alternatif yang sangat solutif. Akses informasi dari operator seluler sangat tidak terbatas oleh ruang dan waktu sehingga idealnya layanan ini mampu menjangkau seluruh pelosok yang ada termasuk wilayah perbatasan.
Lebih jauhnya dengan adanya akses infromasi dan komunikasi yang mudah maka peran masyarakat perbatasan tidak hanya menyangkut prioritas pertahanan dan keamanan daerah saja tetapi juga sangat vital dalam membangun negeri mulai dari aspek politik, sosial budaya, dan ekonomi. Seluruh aspek yang ada harus berjalan sinergi dan berkesinambungan dalam membangun suatu negara yang maju.
Di bidang politik, dengan adanya layanan operator seluler maka masyarakat di perbatasan tidak akan ketinggalan dalam menyalurkan aspirasinya. Misalnya pembentukan e-goverment dan e-provinsi yang mendasarkan mekanismenya pada jaringan telekomunikasi merupakan salah satu jalan bagi masyarakat perbatasan dalam menyalurkan aspirasinya. Bahkan jika perkembangan layanan operator di wilayah perbatasan sudah cukup baik maka berbagai masalah sulitnya menyalurkan aspirasi seperti pemilu akibat dari adanya hambatan (barrier) ruang dan waktu dapat dihilangkan dengan membuat pemilu online. Adanya pemilu online juga akan berdampak kepada penghematan anggaran negara.
Peran operator seluler di bidang sosial budaya juga tidak kalah pentingya. Pendidikan merupakan hal yang sangat urgent bila kita berbicara mengenai aspek sosial budaya. Rendahnya kualitas pendidikan masyarakat perbatasan saat ini tidak dapat dipungkiri lagi. Wilayah perbatasan di Kalimantan Barat merupakan contoh dari rendahnya kualitas pendidikan di perbatasan Indonesia. Alexander Rombonang, staf Ahli Bupati Kapuas Hulu Kalimantan Barat dalam Borneo Tribun (2010) mengakui bahwa :
”Mengenyam pendidikan di wilayah perbatasan merupakan keadaan yang memprihatinkan dikarenakan kurangnya guru serta fasilitas pendidikan yang ada rata-rata hanya berupa sekolah dasar (SD).”
Pendidikan wajib belajar 9 tahun apalagi 12 tahun dalam kondisi seperti itu hanyalah angan belaka. Bagaimana mungkin bisa sekolah hingga 9 tahun bahkan 12 tahun jika sekolah tingkat menengah saja tidak ada. Padahal pendidikan yang berkualitas merupakan suatu investasi yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa. Menurut para penganut paham Human Capital, pendidikan merupakan sarana untuk melakukan investasi sumber daya manusia yang sangat bermanfaat bagi kemajuan bangsa di kemudian hari (Atmanti, 2005). Oleh sebab itu, dengan adanya akses operator seluler maka keterbatasan yang seperti itu dapat dipangkas. Dengan adanya layanan operator seluler maka akses Buku Sekolah Elektronik (BSE) dan akses ilmu melalui internet (e-literasi) dapat dilakukan. Dengan demikian maka wawasan peserta didik akan bertambah sehingga dengan perlahan kualitas manusia Indonesia menjadi lebih baik.
Bidang ekonomi juga sangat diuntungkan oleh hadirnya operator seluler. Berbagai batasan ruang dan waktu lenyap karena sudah tergantikan oleh layanan operator seluler. Jika ingin melakukan kegiatan jual-beli dengan orang yang sangat jauh maka hanya cukup dilakukan melalui telepon seluler. Keadaan ini membuat kehidupan menjadi lebih efektif dan efisien. Selain menopang kegiatan ekonomi sehari-hari yang sudah ada, hadirnya layanan operator seluler juga dapat membuka peluang bisnis baru seperti usaha penjualan pulsa dan ponsel pada masyarakat sekitar. Bahkan dengan akses komunikasi yang mudah masyarakat di perbatasan dapat menjalin kerjasama ekonomi dengan masyarakat luar seperti halnya dalam mempromosikan potensi lokal misalnya potensi sumber daya alam yang melimpah di Temajuk terutama potensi perikanan. Selain itu, Temajuk juga memiliki potensi pariwisata yang sangat menjanjikan karena keindahan alam lautnya. Dengan hadirnya operator seluler maka ruang gerak masyarakat perbatasan menjadi lebih luas dalam memberdayakan setiap potensi yang ada sehingga peluang untuk meningkatkan taraf hidup tidak kalah bahkan sama bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.

Sinergi Pemerintah dan Operator Seluler
Akar permasalahan yang terjadi di Desa Temajuk adalah rendahnya kualitas kehidupan sebagai akibat dari rendahnya mutu berbagai sektor kehidupan mulai dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ekonomi hingga rendahnya aksesbilitas teknologi informasi dan komunikasi termasuk layanan operator seluler. Beberapa operator yang mengklaim dirinya sebagai operator dengan layanan sinyal terluas ternyata harus mengakui kekalahan dalam hal ini. Keadaan di Desa Temajuk menjadi sebuah bukti bahwa layanan operator seluler masih belum mampu menjangkau seluruh pelosok negeri.
Desa Temajuk merupakan salah satu contoh dari sekian banyaknya kawasan yang belum terjamah oleh operator seluler Indonesia. Padahal kita tahu bahwa Desa Temajuk merupakan kawasan perbatasan yang rawan sengketa kepemilikan batas wilayah. Pada bulan Oktober 2011 yang lalu sempat terjadi ketegangan antara pemerintah Indonesia dan Malaysia terkait wilayah perbatasan di Tanjung Datu dan Camar Wulan termasuk di dalamnya Desa Temajuk. Dalam keadaan seperti ini, peran teknologi informasi misalnya layanan operator seluler sama sekali tidak tampak. Padahal perannya sangat vital dalam akses informasi antar masyarakat dan pemerintah apalagi yang menyangkut keamanan suatu negara. Bila ada akses informasi dan komunikasi yang memadai di sana maka pertukaran informasi yang menyangkut keamanan antar pemerintah dengan masyarakat setempat akan jauh lebih mudah.
Oleh sebab itu, harus dicari solusi inovatif yang mampu mengatasi permasalahan yang ada di Desa Temajuk maupun desa yang memiliki karakteristik masalah yang sama di seluruh pelosok negeri. Sinergi antara pemerintah dan operator seluler merupakan solusi yang dirasa paling jitu. Pemerintah harus mulai memperhatikan kondisi Desa Temajuk melalui pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung lainnya seperti sarana kesehatan dan pendidikan. Di lain pihak, operator seluler Indonesia harus hadir di sana dengan memperluas jaringan sinyal yang sudah ada untuk meningkatkan akses informasi dan komunikasi agar lebih mudah. Baik pemerintah maupun operator seluler harus berjalan beriringan dalam membangun desa perbatasan yang terisolasi dan terpinggirkan seperti keadaan di Desa Temajuk.
Dengan adanya pembangunan yang memadai dan akses informasi dan komunikasi yang lancar maka secara perlahan kualitas hidup masyarakat di sana akan meningkat. Kualitas hidup yang tinggi merupakan modal berharga bagi masyarakat perbatasan dalam menangkal setiap ancaman pertahanan dari bangsa di sekitarnya karena rasa nasionalisme terhadap bangsanya pasti sangat besar. Dampak positif lainnya, tugas pertahanan negara terutama di wilayah perbatasan tidak hanya dibebankan kepada TNI saja melainkan dapat pula melibatkan masyarakat yang ada dalam rangka memperkuat stabilitas nasional.
Langkah-Langkah Strategis Pemerintah dan Operator Seluler
Perwujudan solusi inovatif di atas wajib menuntut peran pemerintah yang terkait dalam hal ini adalah Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP). Dalam menjalankan tugasnya mengenai pengelolaan perbatasan, BNPP juga dibantu oleh 15 instansi pemerintah lainnya sebagai anggota yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Tentara Nasional Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Intelijen Negara, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, dan Pemerintah Provinsi Terkait (Perpres no. 12 Tahun 2010).
Langkah-langkah konkrit strategis BNPP yang bekerjasama dengan anggota lainnya dapat berupa alokasi anggaran yang cukup untuk pembangunan daerah perbatasan, penempatan anggota TNI ke wilayah rawan konflik, pembangunan infrastruktur yang memadai, manajemen potensi lokal secara terintegrasi, dan pemberdayaan SDM masyarakat perbatasan secara menyeluruh. Langkah-langkah strategis di atas merupakan tindakan prioritas yang harus lebih didahulukan dalam pengelolaan perbatasan. Selain itu, BNPP juga perlu mempertimbangkan peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang tidak menjadi anggota BNPP. Peran kementerian ini dirasa sangat perlu mengingat usaha pembangunan bangsa tidak dapat terlepas dari bidang pendidikan. BNPP juga dirasa perlu bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam membuat rumusan kebijakan yang tepat terkait pengembangan wilayah perbatasan. Kominfo diharapkan mampu mengambil peran dalam mewujudkan Indonesia Informatif di daerah perbatasan seiring dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang direncanakan pada tahun 2015-2019. Langkah strategis yang dapat ditempuh Kominfo adalah melalui penyediaan fasilitas telekomunikasi yang memadai dan berbasis masyarakat.
Selain pemerintah, peran operator seluler juga sangat vital. Hal ini disebabkan bahwa layanan operator seluler mampu menjadi pemangkas batas jarak dan waktu yang menjadi hambatan dalam suatu pembangunan. Adapun langkah-langkah konkrit strategis yang dapat diupayakan oleh operator seluler yang paling utama adalah perluasan jangkauan sinyal. Dengan jangkauan sinyal yang semakin luas maka diharapkan mampu menjangkau seluruh masyarakat yang ada di pelosok negeri terutama wilayah perbatasan. Dengan ternikmatinya layanan operator seluler maka jumlah masyarakat yang miskin secara ekonomi dan ilmu serta gagap teknologi terutama di wilayah perbatasan dapat dikurangi. Akibat nyata dari hal ini akan berimbas terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat yang ada.
Selain memperluas jangkauan sinyal, operator seluler juga perlu memikirkan rencana penyedian layanan produk yang sesuai dengan karakteristik kehidupan masyarakat di perbatasan. Contohnya adalah layanan produk yang berorientasi kepada kegiatan pendidikan, keamanan, dan ekonomi. Dalam hal ini mungkin saja dilakukan partisi layanan antar masyarakat perkotaan dan perbatasan agar tujuannya lebih tepat sasaran.
Pemerintah dan swasta memiliki peran yang sama pentingnya dalam pembangunan di Indonesia. Namun, pada kenyataannya terlihat bahwa peran pemerintah dan swasta cenderung berjalan sendiri-sendiri menyesuaikan dengan tujuan yang saling berbeda. Baik pemerintah maupun swasta seyogianya selalu berada dalam lingkaran ketergantungan yang menuntut kedua belah pihak untuk selalu bekerjasama. Begitu pula halnya dengan pembangunan di daerah perbatasan di mana sangat dituntut peran pemerintah maupun swasta. Dengan adanya sinergi antara pemerintah dan swasta maka akan mempercepat proses pembangunan di segala bidang. Contohnya saja, pemerintah membangun infrastruktur pada suatu daerah sehingga pihak operator seluler dapat menginvestasikan modalnya pada bidang telekomunikasi. Akibatnya, index pembangunan manusia (IPM) menjadi meningkat yang ditandai dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh sebab itu peran sinergi antara pemerintah dan operator seluler dirasa sangat penting dalam pembangunan Indonesia khususnya di daerah perbatasan.

DAFTAR PUSTAKA
ANTARA News. 2011. Masyarakat Perbatasan Tak Bisa Nikmati Akses Komunikasi. Terbit tanggal 24 Oktober 2011.
Atmanti H. D. 2005. Investasi Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan. Jurnal Dinamika Pembangunan. 2 (1) : 30-39.
Borneo Tribun. 2010. Anak Daerah Perbatasan Terlantar Secara Pendidikan. Terbit tanggal 10 Agustus 2011.
Equator. 2011. Desa Temajuk, Perbatasan Negara yang Terisolasi. Terbit tanggal 6 Mei 2011.
Equator. 2011. 3 November Jalan Ceremai Temajuk Diresmikan. Terbit tanggal 1 November 2011.
Metro TV. 2011. Mata Najwa : Tapal Batas. Produksi Metro TV News. Jakarta.
Nasution A. 2009. Pengaruh Pengembangan Wilayah (Aspek Ekonomi, Sosial dan Budaya) Terhadap Pertahanan Negara di Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah 4 (3) : 117-130.
Nikijuluw V.P.H. 2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Serta Strategi Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Secara Terpadu. Makalah Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Bogor.
Perpres no. 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Predider Republik Indonesia. Jakarta.
Pontianak Post. 2011. Ke Negeri Tetangga 15 Menit, Ke Negeri Sendiri 6 Jam PP. Terbit tanggal 25 Oktober 2011.
Republika Online. 2011. Tak Bisa Hidup Tanpa Malaysia. Terbit Tanggal 19 Oktober 2011.
Tribun Pontianak, 2011. Kami Warga Temajuk Makan Apa? Terbit tanggal 16 Oktober 2011.

NB : Naskah ini diikutsertakan dalam LOMBA XL AWARD 2011

Posting Komentar untuk "Sinergi Peran Pemerintah dan Operator Seluler Sebagai Solusi dalam Membangun Wilayah Perbatasan Indonesia"