Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mbah Ro

 
Ilustrasi Gambar

Penampilannya selalu sederhana. Dengan kebaya jawa, dan kerudung tipis dengan hiasan bordir tak lupa selalu beliau kenakan. Usianya tergolong sangat tua, maka tak heran saya memanggilnya mbah. Karena usia yang sudah lanjut, beliau selalu berada di rumahnya yang sederhana, tak pernah bepergian jauh, keluar desa saja sepertinya tak pernah. 

Walaupun sesederhana itu, tetapi senyumnya tak pernah terhenti tatkala bertemu dengan saya dan cucu2nya yang lain. Meski saya hanya berkunjung setahun sekali kerumahnya, kala mudik lebaran, tapi disambutnya oleh beliau dengan senang. Beliau sangat bersyukur memiliki cucu yang banyak, cucu2 yang berkesempatan mengenyam pendidikan, memiliki rumah yang sederhana, dan anak2 yang patuh, suatu ketika beliau bercerita seperti itu. 

Tahun 2012, kami sekeluarga berkesempatan kembali mengunjungi rumah beliau di Lamongan. Seperti halnya dahulu, keluarga-keluarga disana menyambut dengan ramah dan senang tak terkecuali Mbah Ro. Suatu saat saya dan kakak saya berkesempatan mewawancarai beliau, walau kelihatannya hanya ngobrol biasa. Tapi jika orang melihat kegiatan kami mengobrol, akan tampak aneh. Karena Mbah Ro selalu menggunakan bahasa jawa alus, sedang saya belum mahir, tapi sudah paham sedikit. Kakak saya apalagi, sebenarnya lebih parah, apalagi ketika ngomong pakai bahasa jawa, terdengar memaksa, seringkali saya cekikikan sendiri. Tapi tetap saja kakak saya mengobrol dengan bahasa jawa alus seadanya yang terdengar memaksa, mewawancarai Mbah Ro. 

Dulu dimasa kecil beliau, Ayahnya seorang kiai meninggal. Sehingga menjadi yatim diusia belia. kehidupan sulitpun mulai ditemui. Rumahnya dahulu hanya terbuat dari anyaman bambu, sedang lantainya 'Blekok' (kosakata yang baru saya dapat, artinya berlumpur), sedang untuk makan susah, sehingga sering mendapat uluran tangan tetangganya. Sekolahpun hanya sampai SD, mau melanjutkan juga terganjal biaya. Apalagi masa-masa itu, penjajah menyerang. Kegiatan sehari-hari bertani, dan kebutuhan sangat susah dipenuhi. Begitulah beliau cerita, sesaat setelah itu, beliau memandang sekitar, matanya berkaca-kaca, "Sekarang saya sangat bersyukur, diberi rumah, cucu seperti kalian, diberi kelebihan rizki oleh Allah. Kalian juga jangan lupa untuk bersyukur"


Begitulah interview yang kami lakukan. Jika kalian melihatnya, pasti ketawa nggak berhenti-henti, walau kelihatannya sedih. Karena orang serumah saja ikut ketawa melihat kami mewawancarai Mbah Ro. Ada beberapa keunikan beliau yang selalu kami ingat, beliau adalah komentator televisi terbaik yang pernah kami temui. Bagaimana tidak, setiap gerakan yang ada dalam televisi beliau bisa komentari. Walaupun kami cucu-cucunya sering ketawa dengan komentarnya, tetap saja Mbah Ro tidak berhenti untuk menjadi komentator terbaik. Selain itu, beliau sangat dermawan, karena setiap ada orang yang memberi beliau, sebagian beliau simpan untuk cucunya. Sampai-sampai, buah-buahan seringkali busuk karena terlalu lama disimpan untuk cucunya, sungguh luar biasa. Perlu diketahui, Mbah Ro adalah Ibu dari Ibu Kami. We Love You Mbah Ro (Meski Mbah Ro tidak tahu arti dari kalimat terkahir ini, tapi ini jujur). 



Situbondo, Bulan tengah Agustus. Tanggal sedang 26. Tahun lagi 2012. 

Posting Komentar untuk "Mbah Ro"