MERAMU PERAN CERDAS KARANG TARUNA SEBAGAI LOKOMOTIF GERAKAN PEDULI KONSERVASI
Azhar
Nasih Ulwan*
Siang itu, kawasan dieng dinaungi kabut
tipis. Hamparan alam dieng dengan ciri khas udara dinginnya menjadi saksi
perjalanan rombongan 9 orang mahasiswa di kawasan wisata dieng. Diskusi panjang
mengalir deras diantara mahasiswa di dalam mobil selama perjalanan menuju
tempat wisata. Pemandangan Dieng Plateau
yang tak lagi asri, menjadi bahasan menarik bagi mereka. Sawah dan kebun
penduduk menjajah hampir seluruh perbukitan, menggeser hutan alam yang dulu
pernah ada. Bahkan beberapa bukit telah menjelma sepenuhnya menjadi sawah.
Pemandangan miris tersebut disuguhi sepanjang perjalanan. Beberapa
menghela nafas pasrah memikirkan nasib penghuni hutan yang mulai
berkurang. Beberapa lagi memilih tidur
sehingga tidak melihat pemandangan yang tidak sesuai dengan jiwa cinta lingkungannya.
Dominasi pembangkit listrik tenaga panas bumi di beberapa tempat menambah sesak
jiwa peduli lingkungan mereka.
Belum lagi ketika sampai di kawasan wisata Candi Arjuna, beberapa pohon
mati di sekitar areal persawahan. Dua orang mahasiswa jurusan biologi
bersepakat terdapat indikasi penggunaan pestisida berlebihan sehingga
menyebabkan tanaman lainnya mati. Begitu sampai di kawasan Telaga Warna, raut
kecewa menggelayuti rombongan mahasiswa tersebut. Eksploitasi sumber daya air
yang tidak bijak serta pepohonan yang mulai jarang membuat cadangan air semakin
menipis, bahkan Telaga Warna mulai mengering.
Lebih mengagetkan lagi, musim kemarau memiliki andil dalam suksesi
pembakaran hutan dan pepohonan yang tersisa di beberapa bukit. Mengingat
kekeringan yang ditimbulkan akibat kurangnya kepedulian terhadap konservasi
alam menimbulkan dampak lingkungan yang besar. Sepulang dari kawasan wisata,
bukan menjadikan refresh pikiran
rombongan mahasiswa tersebut. Tetapi pekerjaan rumah telah menanti untuk diselesaikan
demi lestarinya lingkungan.
Inilah sepenggal
cuplikan kisah yang penulis rekam bersama rombongan mahasiswa akhir september
lalu. Dataran Tinggi Dieng meliputi 5 kecamatan dan 23 desa, seluas 17.656,23 hektar, dengan ketinggian antara
300–2.565 meter diatas permukaan laut (dpl), merupakan daerah tangkapan air dan
hulu dari beberapa DAS. Pemanfaatan lahan di kawasan Dataran Tinggi Dieng
sangat beragam mulai dari hutan lindung, hutan tanaman produksi, dan kawasan
budidaya.
Kerusakan lingkungan Dieng
mulai terjadi sejak tahun 1980-an dan degradasi hutan memicu kerusakan hutan
terparah terhitung mulai 1998. “Sekitar 7.758 hektar lebih lahan di Dieng masuk dalam wilayah kabupaten
Banjarnegara dan kabupaten Wonosobo, sudah menjadi lahan kritis. Harus ada
program konservasi bagi daerah aliran sungai (DAS), demi penyelamatan lahan.”
Demikian dikatakan Setyo Bangun, aktivis dari Program Strengthening Community Bassed Forest and Watershed Management
(SCBFWM) Yogyakarta, yang ditemui pada Dieng
Culture Festival, Minggu (1/7). (Http://nationalgeographic.co.id. 2012).
Apatisme Terhadap Konservasi
Masyarakat dan pemerintah seringkali terjebak pada paradigma instan
dalam menghasilkan sesuatu. Keuntungan dari bercocok tanam lebih dikejar
ketimbang memerhatikan dampak lingkungan di masa depan. Masyarakat berlomba
dalam meningkatkan alih fungsi lahan menjadi sawah dan kebun, serta penjarahan
hutan yang menyebabkan kerusakan lahan.
Rendahnya pengetahuan, kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap
pelestarian lingkungan menjadi permasalahan klasik didaerah konservasi. Jika
tidak ada penanggulan yang nyata, pertumbuhan penduduk akan semakin memperparah
keadaan alam. Kebutuhan lahan baru untuk usaha pemenuhan kebutuhan hidup dengan
budidaya tanaman semusim meningkat seiring perkembangan dan pertumbuhan penduduk.
Perambahan dan penebangan liar pada kawasan hutan lindung marak terjadi, akibat
pemanfaatan kayu bakar oleh masyarakat yang semakin bertambah. Akibatnya
kawasan hutan semakin menipis menyebabkan terdesaknya habitat dan kelangsungan
hidup spesies satwa langka.
Daerah konservasi yang menjadi kawasan wisata lebih mengenaskan lagi.
Perluasan area wisata tanpa memerdulikan lingkungan bisa berdampak buruk. Manajemen
pengelolaan sampah dari kawasatan wisata seringkali kurang diperhatikan.
Ditambah kurangnya fasilitas infrastruktur kawasan wisata dan menurunnya
nilai-nilai keindahan kawasan wisata, baik wisata alam maupun budaya/ sejarah
menurunkan nilai jual kawasan wisata tersebut.
Selain itu, masyarakat menggunakan bahan-bahan kimia untuk pertanian mengakibatkan
peningkatan pencemaran. Rendahnya pengetahuan teknologi pertanian yang ramah
lingkungan menjadi penyebabnya. Banyak pepohonan yang mulai kering bahkan mati
akibat penggunaan pupuk berlebih maupun pestisida. Mutu tanah juga berkurang,
dan lebih buruk lagi jika penggunaan bahan sintetis tersebut mencemari air
tanah dan sumber air masyarakat.
Keadaan ini diperparah karena belum adanya perencanaan terpadu dalam
pengelolaan kawasan konservasi di beberapa tempat yang dapat dijadikan acuan
oleh berbagai pihak dalam menjaga keselarasan ekonomi dan kelestarian fungsi
lingkungan. Walaupun perencenaan terpadu telah terbentuk, kurangnya perangkat
hukum dan penegakan hukum yang menaungi pengelolaan kawasan konservasi dapat
menghambat dalam proses pengelolaan kawasan konservasi.
Peran Cerdas Karang Taruna
“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah
dunia.” (Dikutip dari Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia). Begitu
potensial peran pemuda dalam membuat perubahan sehingga banyak tokoh
menggambarkan sosok pemuda sebagai sosok yang kuat. Bahkan telah banyak kisah
yang menggambarkan kehebatan seorang pemuda, seperti Napoleon Bonaparte, dan
yang baru-baru ini adalah walikota termuda di dunia Bashaer Othman.
Karang Taruna adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda
nonpartisan yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan rasa tanggungjawab
sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat, khususnya generasi muda di wilayah
desa/ kelurahan atau komunitas sosial sederajat. Bergerak terutama dibidang
kesejahteraan sosial (Pedoman dasar karang taruna).
Pemberdayaan karang taruna merupakan langkah yang tepat dalam mengatasi
permasalah di masyarakat. Selain dalam rangka menyiapkan generasi masa depan,
para pemuda masih memiliki daya juang, daya kreatifitas, dan daya ketahanan
intelektualitas yang lebih tinggi dibandingkan orang tua. Karang taruna sangat potensial untuk dijadikan
pelopor dalam gerakan konservasi. Karang taruna jauh dari intervensi politik
karena bukan merupakan organisasi resmi pemerintah atau organisasi politik,
sehingga dalam pelaksanaan kerjanya didasari oleh kepedulian.
Akan tetapi, karena kurangnya pemberdayaan pemuda saat ini, banyak
sekali fenomena degradasi moral pemuda di tengah masyarakat. Pemuda desa utamanya
pemuda di daerah kawasan wisata, pada umumnya tidak memiliki keinginan lebih
untuk mencapai pendidikan yang memadai. Memilih menjadi pengelola, pedagang,
tukang parkir, bahkan pengamen di kawasan wisata lebih menggiurkan ketimbang bersusah
payah mengenyam pendidikan yang tinggi, selain susah mahal pula. Kondisi sosial
juga mendukung pemuda setelah lulus sekolah menengah langsung bekerja atau
menikah. Hal ini terjadi di daerah desa yang notabene menjadi kawasan
konservasi.
Gambaran permasalahan konservasi kawasan Dieng Plateau merupakan salah satu contoh dari sekian banyak
kawasan konservsi yang mulai rusak. Perlu adanya strategi yang jitu dalam
mengelola karang taruna sehingga memberikan kontribusi nyata bagi gerakan
konservasi alam. Memberikan pemahaman dasar mengenai pentingnya konservasi
merupakan langkah awal yang tepat. Beberapa pemuda di daerah konservasi seperti
di Dieng, telah menempuh jenjang pendidikan strata atau mahasiswa. Mahasiswa
yang memiliki kemampuan dibidang lingkungan tentu harus diberdayakan sebagai
pelopor dalam memberi pemahaman ke teman sebayanya. Muatan lokal di tiap
sekolah mengenai konservasi menjadi penting, hingga nantinya karang taruna
sebagai wadah sharing dan berbagi
dapat merajut pemahaman dasar mengenai konservasi.
Setelah para pemuda memiliki pemahaman, maka dengan mudah informasi
mengenai konservasi akan tersebar dan bertahan lama. Melalui kreativitas yang
dimiliki pemuda, dapat dirumuskan kegiatan-kegiatan yang menarik dalam
mendukung lestarinya alam. Diantara kegiatan yang bisa dirumuskan: pembekalan
masyarakat tentang konservasi dan teknologi pertanian ramah lingkungan; program
one village one product dengan bahan
produk yang terbuat dari limbah; program one
people on tree; kampanye peduli konservasi melalui poster, spanduk, web dan
media lainnya; kerja bakti pembersihan sampah di kawasan wisata; beserta perangkat
hukum melakukan pengelolaan kawasan konservasi; wisata kawasan konservasi;
lomba pelestarian lingkungan atau kawasan hijau; serta kegiatan kreatif lain
yang mendukung gerakan konservasi.
Berdasarkan hasil penelitian (Andriana. 2007),
diperoleh hasil bahwa kebijakan perencanaan tata ruang wilayah, dalam proses
perencanaannya belum melibatkan stakeholders termasuk masyarakat dan
belum memprioritaskan pengelolaan kawasan lindung. Sehingga perlu adanya kesamaan persepsi antara
karang taruna, masyarakat luas, LSM Lingkungan Hidup dan Pemerintah, sehingga
satu sama lain saling mendukung. Pada dasarnya semua memiliki peran dalam
melestarikan lingkungan. Tinggal bagaimana peran tersebut terealisasi dengan
nyata. Agar nantinya bumi yang kita tempati menjadi nyaman, aset alam yang
berharga tetap terjaga dan anak cucu kita memiliki kesempatan hidup sejahtera
di masa depan. Semoga.
*Mahasiswa
Prodi Pend. Kimia Int, Jurusan Pend. Kimia FMIPA UNY angkatan 2012. Alamat :
Jln. S. Parman No. 68 yogyakarta. No. HP : 085762670135.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Cindy. 2011. Bung Karno Penyambung Lidah Masyarakat Indonesia. Jakarta : Media
Pressindo
Andriana, Reni. 2007. Evaluasi Kawasan Lindung Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo.
Semarang : Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro. Tesis.
Pedoman Dasar Karang Taruna. Temu Karya Nasional V Karang Taruna
Indonesia Tahun 2995, Provinsi Banten.
http://www.batangkab.go.id.
Diunduh pada tanggal 2 Oktober 2012 pukul 20:14 WIB.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/butuh-gerakan-masyarakat-untuk-menyelamatkan-kawasan-dieng.
Diunduh pada tanggal 2 Oktober 2012 pukul 20:24 WIB.
http://sejarah.kompasiana.com/2011/12/09/satu-pemuda-mengubah-dunia/.
Diunduh pada tanggal 2 Oktober 2012 pukul 21:07 WIB.
Posting Komentar untuk "MERAMU PERAN CERDAS KARANG TARUNA SEBAGAI LOKOMOTIF GERAKAN PEDULI KONSERVASI"