Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menembus Batas 4: Pulosari

MENIKMATI JERNIHNYA AIR DI CURUG PULOSARI
 
Airnya Jernih


            Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki banyak wisata alam. Umumnya wisata alam di Bantul belum dieksplorasi secara maksimal oleh masyarakat. Salah satu wisata alam yang menarik untuk di jelajahi adalah curug Pulosari. Curug Pulosari terletak di desa wisata Krebet, Sendangsari, Pajangan, kabupaten Bantul. Walaupun sejak lama terkenal sebagai sentra kerajinan batik kayu, desa wisata Krebet juga menyimpan keindahan alam yang menarik.
            Saya bersama teman kuliah saya, Ammar Fauzan, tak luput dari daya tarik Curug Pulosari dan desa wisata Krebet. Demi menjawab rasa penasaran, pada hari Sabtu, 11 April 2015 lalu kami memutuskan untuk berkunjung ke Curug Pulosari. Kami berangkat dari rumah yang beralamat di Dusun Sambirejo, Condong Catur, Depok, Sleman, pada pukul 09.00 WIB. Tidak banyak persiapan yang kami lakukan, karena kali ini perjalanan yang kami tempuh cukup dekat. Kami hanya membawa sebotol air minum dan tas selempang yang berisi note dan peta menuju desa wisata Krebet.
            Kami memilih membelah jalanan Kota Jogja dari arah Sleman untuk sampai di lapangan Kasihan, Bantul. Dari lapangan Kasihan, kami mengikuti plang petunjuk arah lokasi desa wisata Krebet yang terpampang di jalan. Ketika sampai di daerah Kasongan, jalanan perbukitan yang menanjak dan menurun mulai kami rasakan. Tidak sulit untuk menemukan pintu gerbang desa wisata Krebet, karena hampir di setiap persimpangan terdapat penunjukan arah ke desa tersebut. Tidak jauh dari gerbang masuk desa wisata Krebet, terdapat patung semar sebagai ikon desa wisata tersebut.
            Ketika memasuki desa wisata Krebet, atmosfir kerajinan batik kayu begitu kental. Di sebelah kanan dan kiri jalan utama desa, terjejer sanggar batik kayu yang menampilkan hasil karya tangan penduduk desa Krebet. Terlihat beberapa orang sibuk menyelesaikan garapan batik kayunya di sanggar tersebut. Adapun kerajinan batik kayu yang kami jumpai antara lain topeng, patung, wayang, gelang, perabotan rumah dan lain lain. Beberapa sanggar tertulis menawarkan jasa belajar batik kayu tulis.
             Selesai melewati jalanan utama desa Krebet, jalanan aspal mulai tergantikan dengan semen yang hanya menutupi sebagian ruas jalan, membentuk dua garis berjejer yang sengaja dibuat agar roda empat dapat melewati jalan tesebut. Sekitar dua kilometer kami menyusuri jalanan tak beraspal dengan menemui beberapa persimpangan. Cukup sulit bagi pengunjung awam seperti kami untuk menghafal jalan, karena banyaknya persimpangan dan belokan.
            Jalanan yang diselimuti semen tergantikan oleh tanah dan bebatuan kapur ketika mendekati pintu utama Curug Pulosari. Di pintu masuk kami tidak menemui adanya peron atau penjaga masuk kawasan wisata, hanya terdapat sebuah rumah dengan dua gubuk sederhana untuk tempat parkir pengunjung. Terdapat belasan motor yang terparkir di gubuk tersebut. Pengunjung yang datang ke curug Pulosari ini terlihat ramai. Kami tiba di pintu masuk curug Pulosari pukul 11.15 WIB.
            Kami memarkir motor di gubuk dan melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki mengikuti petunjuk arah ke curug Pulosari. Awalnya jalan yang kita lalui datar saja, tetapi setelah pertigaan, kami harus mengikuti jalanan yang turun cukup curam. Sebelum turun, kami singgah di sebuah warung kecil yang berada di pojok pertigaan. Warung yang dijaga oleh dua orang perempuan paruh baya tersebut menyajikan jajanan ringan dan minuman kemasan.
            Sembari menyantap jajanan, kami mengobrol dengan penjaga warung mengenai curug Pulosari. Infrastruktur wisata curug Pulosari ternyata baru dibangun dua tahun lalu dan mulai ramai satu tahun belakangan. Saat ini wisatawan cukup banyak berdatangan terutama di hari libur. Notabene pengunjung yang datang adalah kaum muda yang mengetahui informasi curug Pulosari dari media soaial. Penjaga warung tersebut mengaku dengan semakin ramainya wisatawan, omzet dari dagangannya pun naik. Kami berpamitan dengan penjaga warung dan meneruskan perjalanan kembali.
            Setelah melalui pertigaan, jalanan turun yang curam kami lalui dengan hati-hati. Sampai di kaki bukit, kami menyeberangi sungai melalui jembatan kayu yang unik. Beberapa pengunjung memanfaatkan spot ini untuk berfoto. Selanjutnya kami menyusuri sungai yang merupakan sumber air curug Pulosari. Air di sungai tersebut cukup jernih berwarna kehijau-hijauan. Karena dangkal, dasarnya nampak berwarna coklat tanah. Sesekali dasarnya berwarna hijau karena lumut dan putih karena batuan kapur.

Jembatan klasik
Hanya beberapa puluh meter dari jembatan tadi, terdapat jembatan dekat dengan bibir jurang curug Pulosari. Beberapa anak desa Krebet nampak girang berlompatan dari jembatan untuk terjun ke dalam sungai yang dangkal tersebut. Sungai di bibir jurang dibatasi dengan pagar bambu setinggi permukaan air. Di bibir jurang, kita dapat menikmati pemandangan curug Pulosari dari atas. Puluhan wisatawan nampak memadati sungai yang berada di bawah air terjun. Di pinggiran sungai, baik bagian atas maupun bawah air terjun, beberapa warung nampak menyajikan dagangan untuk wisatawan.
Kami mengambil gambar beberapa kali di atas curug dan kemudian turun untuk melihat pemandangan dari bawah air terjun. Jalan yang digunakan turun pada salah satu sisinya terdapat tempat pertapaan yang konon sering digunakan oleh Sri Sultan Hamengkubowono. Sampai dibawah kami dapat melihat dengan jelas air terjun Pulosari yang indah itu. Kawasan wisata curug Pulosari cukup rindang, pepohonan yang tinggi membuat daerah sekitar air terjun sejuk dan teduh. Suasana ini membuat wisatawan betah berlama-lama di dekat curug.
Curug Pulosari tampak muka
            Tinggi curug Pulosari sekitar 10 meter dengan memiliki dua tingkat. Tingkat pertama jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat kedua. Air yang terjun nampak deras dan jatuh ke genangan air yang cukup luas di bawah curug. Dinding curug nampak berwarna coklat keputihan dan ditumbuhi lumut hijau di pinggirannya. Lumut tersebut tertarik air sungai ke bawah sehingga terlihat menjulang kebawah menyerupai rambut di kepala manusia. Genangan air di bawah curug berwarna hijau jernih dan dipinggir genangan dipenuhi batu kali yang banyak. Dasar genangan air dibawah curug tidak nampak karena agak dalam. Air dari curug mengalir ke sungai yang berundak-undak menyerupai tangga dengan dasar sungai yang jelas.
Lagi nggumun sama air terjun
Foto bareng Curug Pulosari
 Tidak lama kami menikmati suasana di curug Pulosari tiba-tiba hujan turun rintik-rintik. Karena khawatir semakin deras, kami memutuskan untuk kembali ke tempat parkir. Walaupun hujan mulai turun, sebagian besar wisatawan tidak terganggu, malah semakin asyik berendam di bawah curug. Kami kembali ke tempat parkir melalui jalan yang sama ketika kami berangkat. Untuk mencapai curug Pulosari, terdapat tiga jalan yang dapat dilalui yaitu pintu utama, pintu utara dan pintu selatan. Karena jalan pulang yang kita lalui menanjak, sampai di tempat parkir terasa cukup melelahkan.
Sebelum hujan semakin deras kami meninggalkan pintu masuk curug Pulosari pukul 11.15 WIB. Hujan turun semakin deras sehingga memaksa kami untuk singgah di masjid di desa Krebet sekaligus melaksanakan ibadah shalat dhuhur. Setelah hujan reda, kami melanjutkan perjalanan pulang dan tiba di rumah pada pukul 14.30 WIB.

Posting Komentar untuk "Menembus Batas 4: Pulosari "