Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IBU, AKU PULANG

IBU, AKU PULANG
(Azhar Nasih Ulwan*)
 
Ilustrasi

“Drrrrttt..” Hape android itu bergetar menandakan ada sebuah message yang masuk. Dengan sigap kubuka massage yang memang kutunggu seharian ini. Tertulis dari panitia lomba esai EWC IEX UNJ pengirimnya. Dengan hati berdebar kubuka sms mengenai pengumuman lomba esai tersebut. “Selamat anda terpilih sebagai Juara 1 Lomba EWC IEX UNJ tahun 2013”. Seungkap kalimat tersebut membuatku tak bisa menahan luapan kegembiran. “Alhamdulillah” kata-kata tersebut mengalir lembut seiring rasa puas atas perjuangan membuat esai yang dilakukan semalam suntuk.
Hari itu ternyata tak cukup satu kegembiraan yang diberikan oleh Allah. Setelah membuka sms, lantas kubuka email untuk mencari info lain yang juga kunantikan pada hari itu. Ternyata benar, satu email masuk dari panitia FIM (Forum Indonesia Muda) 2013. “Alhamdulillah” kata itu mengalir kembali setelah kupastikan namaku tercantum sebagai peserta Forum Indonesia Muda di Padang dalam email tersebut.
Kedua berita gembira itu datang pada akhir bulan Maret, tepatnya hari Sabtu. Memang 2 kegiatan tersebut sengaja kupilih, karena waktunya yang berurutan. Maklumlah, supaya sekali dayung dua tiga pula terlampaui. Dua kegiatan tersebut akan dilaksanakan diawal bulan Mei. Setelah nanti menerima penghargaan juara esai di Jakarta, aku akan melanjutkan perjalanan terusan ke Padang.
“Benar-benar perjalanan yang menyenangkan”, kataku dalam hati.
Setelah konfirmasi ke panitia dan mempertimbangkan dengan matang mengenai keberangkatan ke Jakarta dan Padang, akhirnya kuputuskan untuk membeli tiket kereta api Jogja-Jakarta. Sengaja tiket disegerakan dibeli agar tidak kehabisan, mengingat waktu berangkat yang sudah mepet. Tiketpun sudah ditangan, selanjutnya mempersiapkan untuk keberangkatan ke Jakarta dan memikirkan tiket pesawat Jakarta-Padang. Akan tetapi, ada suatu hal dalam hati yang mengganjal untuk pergi. Sesuatu itu terus ada dalam hati pada hari itu. Ternyata aku lupa untuk bilang dan ijin orang tua. Untungnya tiket pesawat Jakarta-Padang belum terbeli.
Esoknya kuputuskan untuk menelepon orang tua, meminta izin untuk berangkat ke Jakarta dan Padang. Dalam percakapan yang tidak terlalu panjang, akhirnya orang tua mengizinkan untuk berangkat. Tetapi dalam hati, masih saja terdapat sesuatu yang mengganjal untuk pergi. Selang beberapa waktu setelah menelepon, ada chat dari facebook messanger yang masuk. Ternyata dari anak Paklek Munawar (Dia), tetangga di rumah Situbondo.
            “Aslamu’alaikum, mas Aan bagaimana kabarnya?” tulis Dia.
“Alhamdulillah baik”, jawabku
“Mas di suruh sama mama untuk pulang ke Situbondo, soalnya Ayahnya mas Aan sakit. Gulanya tinggi lagi”, lanjutnya.
“Innalillah, iya nanti tak hubungi Ibu dulu, trimakasih”. Jawabku.
            “Pantes saja ada hal yang mengganjal, ternyata Ayah lagi sakit” pikirku dalam benak.
          Memang sudah beberapa tahun ini Ayahku menderita diabetes mellitus, sehingga sering sakit-sakitan. Walaupun begitu, semangat ayah untuk bekerja tidak pernah sirna. Inilah yang membuatku juga turut semangat bekerja keras meraih mimpi selama ini. Kalau Ibu, selalu mensuport anggota keluarganya. Beliaulah sumber semangat dalam keluarga kami. Karena tetap ingin anaknya dapat meraih mimpinya untuk ikut kegiatan di Jakarta dan Padang, sengaja Ibu menahan informasi kalau Ayah sedang sakit. Beliau tidak ingin membuat gagal anaknya untuk mengikuti kegiatan yang selama ini dinanti-nantikannya.
            Kalau sampai keluarga Paklek Munawar yang meminta, berarti sakit ayah tidak ringan lagi. Bahkan di message selanjutnya, Bulek Munawar, Mamanya Dia menambahkan “Ayahmu akan senang kalau anak-anaknya pada pulang, jadi kalau anak-anaknya pulang, Ayahmu bisa cepat sembuh”.
Akhirnya aku telpon ibu dengan segera dan kutanyakan kabar ayah. Memang benar ayah sedang sakit. Setelah panjang lebar bercerita dan kusampaikan keinginanku untuk pulang juga, akhirnya ibu meminta anaknya untuk pulang demi kesehatan ayah.
     Hampir saja kuputuskan untuk tetap berangkat ke Jakarta, karena cukup berat membatalkan 2 kegiatan tersebut. FIM tahun ini diikuti oleh ribuan calon peserta, tetapi hanya ratusan yang diterima melalui proses seleksi yang ketat. Sehingga sudah terbayang bagaimana nanti bertemu dengan orang-orang hebat se-Indonesia dan bisa saling berbagi ilmu. Sedangkan menerima penghargaan di Jakarta juga merupakan suatu hal yang prestisius. Tapi setelah kurenungkan kembali, hal ini sungguh tidak adil. Orang tua yang selama ini meluangkan waktunya, hidupnya, tenaganya dan segalanya demi anak-anaknya, sedangkan si anak malah melupakannya dan sibuk dengan urusannya sendiri.
“Jika perjalanan ini kulanjutkan, bisa jadi malin kundang aku nanti, wah gawat.” pikirku.
            Akhirnya kubulatkan tekad untuk pulang dari ke Situbondo. Walaupun dalam hati masih berat dengan kegiatan tersebut, tapi insyaAllah kuniatkan untuk berbakti kepada kedua orang tua.
“Kalau bukan sekarang kapan lagi, karena kita tidak tahu sampai kapan bisa dipertemukan dengan kedua orang tua olehNya”, pikirku mantap.
Dengan niat yang sudah bulat dan berharap kepada Allah agar nantinya kegiatan tersebut diganti dengan kegiatan lain yang lebih baik, akhirnya tiket kereta Jogja-Jakarta kubatalkan. Tiket kereta kubatalkan pada hari Senin. Untuk pulang memang aku harus menunggu hingga hari Jum’at, karena banyaknya jadwal kuliah dan praktikum yang tidak bisa ditinggal, walaupun dalam hati sudah tidak sabar untuk pulang dan bertemu keluarga.
Esoknya aku mendapat sms yang tak terduga dari panitia LKTI IKIP PGRI Madiun. Ternyata KTI timku dinyatakan lolos final untuk presentasi pada hari sabtu mendatang. Alhamdulillah, kebetulan sekali Madiun searah dengan jalan pulang. Jadi bisa ikut presentasi final sebentar dan langsung dilanjutkan pulang ke Situbondo. Saat itu aku merasa cukup heran, setelah membatalkan acara yang cukup berat untuk ditinggalkan tiba-tiba langsung dapat gantinya.
“Memang sesuatu yang diniatkan baik (berbakti pada oran tua), ada balasan yang baik pula”, seungkap kalimat melintas dalam benakku.
          Hari H pelaksanaan final LKTI, tak dinanya, kami mendapatkan juara 1 LKTI tingkat Jawa-Bali. Hal ini membuatku lebih bersemangat untuk pulang dengan membawa piala. Setelah selesai kegiatan, aku melanjutkan perjalanan pulang ke situbondo.
Di Situbondo, waktuku banyak kuhabiskan untuk membantu Ibu dalam membereskan perkejaan rumah. Seringkali aku mendapat sms dari panitia FIM mengenai kegiatan yang sedang berlangsung disana (di Padang), hal ini membuat terngiang perjalanan yang menggiurkan dari Jojga ke Padang beserta kegiatan yang akan kujalani. Tapi sudahlah, hati ini sudah mantap untk berada di rumah membaktikan diri kepada orang tua.
            Selang seminggu aku kembali ke Jogja untuk melanjutkan kuliah setelah ayah pulih dari sakitnya. Sampai di Jogja, kami, kelas Pendidikan Kimia di sodori berkas seleksi mahasiswa pilihan untuk student exchange ke Thailand.
“Ini kesempatan emas” aku semangat untuk bisa mengikuti kegiatan itu.
Tetapi seleksi tersebut tidaklah mudah. Terdapat 5 aspek yang dinilai yaitu IPK, organisasi, Bahasa Inggris, Bakat, dan Prestasi. Aku menyadari lemah di IPK dan Bahasa inggris bila dibandingkan teman lainnya di kelas.
           Dengan berbekal kata bismillah dan sejumput semangat, akhirnya kuikuti proses seleksi dari awal hingga akhir. Semua berjalan lancar dan menyenangkan. Waktu itu, tidak ada pikiran bahwa aku akan lolos dari seleksi tersebut, karena hanya ada 1 mahasiswa yang akan dipilih sedangkan yang diseleksi puluhan. Selang 2 minggu, akhirnya pengumuman hasil seleksi muncul. Disinilah aku menemukan keajaiban. Alhamdulillah aku terpilih sebagai mahasiswa yang akan berangkat ke Thailand bulan depan. Tidak hanya aku yang heran, teman sekelasku terutama para bintang kelaspun turut heran. Ini merupakan nikmat yang luar biasa diberikan olehNya.
          “Benar juga!”, akhirnya aku menyadari bahwa satu doa yang dulu kupanjatkan dikabulkan oleh Allah.
Dimana 2 kegiatan prestisius kutinggalkan demi pulang untuk menemui keluarga, digantikan oleh Allah dengan juara LKTI dan menjadi delegasi student exchange ke Thailand, Subhanallah. Disitulah aku benar-benar merasakan bahwa ridha Allah ada pada ridha Orang Tua, sebagaimana hadits dari Abdullah bin 'Amr, beliau berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda; Ridha Allah pada ridha orangtua dan murka Allah pada murka orangtua (H.R.Al-Baihaqy)
            Betapa senangnya orang tuaku mendengar berita tersebut. Semenjak itulah kalimat ‘berbakti pada orang tua adalah berjihad’ semakin terhujam dalam relung hatiku. Sehebat apapun kegiatan yang kita jalani, sebesar apapun karir yang kita tempuh atau sekeren apapun mimpi yang kita raih, yang lebih utama adalah kembali pulang dan berbakti kepada kedua orang tua, terutama ketika orang tua kita membutuhkan bantuan. InsyaAllah, Allah akan memberikan ganti yang lebih baik dari itu.

Siapa sangka, dulu pergi ke luar negeri bagiku yang merupakan seorang pemuda desa adalah mimpi yang luar biasa, tapi sekarang hal itu terwujud akibat bakti kepada kedua orang tua. Raihlah mimpi kita, tapi jangan lupa untuk pulang sebelum kita tidak bisa membahagiakan mereka (orang tua) di dunia ini lagi. Sungguh dosa besar jika kita melupakan, menelantarkan dan durhaka kepada kedua orang tua kita. Naudzubillah min dzalik!. 

Posting Komentar untuk "IBU, AKU PULANG"